Strategi Pengembangan EBT: Harga Harus Terjangkau dan Target Juga Tercapai

Rabu, 4 Oktober 2017 - Dibaca 1722 kali

JAKARTA - Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat total potensi energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia saat ini mencapai 441,7 GW. Dari angka tersebut, sebesar 2% atau 8,8 GW merupakan kapasitas terpasang pembangkit listrik EBT yang beroperasi hingga tahun 2017 ini.

Dalam berbagai kesempatan, Pemerintah menyampaikan bahwa pembangunan infrastruktur listrik termasuk yang bersumber dari EBT, merupakan prioritas dalam rangka penyediaan listrik bagi rakyat secara merata dengan harga yang terjangkau.

Investasi yang masuk pun diharapkan diikuti dengan harga jual yang ekonomis, sehingga menghasilkan tarif listrik yang terjangkau bagi masyarakat. Bersamaan dengan hal tersebut, target bauran EBT juga harus dicapai. "Selama tarifnya cocok kita jalan. Intinya Pemerintah sangat mendorong supaya kita bisa mencapai target bauran energi 23% pada tahun 2025, termasuk di kelistrikan dan di transportasi", ungkap Menteri ESDM saat meninjau Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Sidrap 75 MW (30/9), yang direncanakan akan mulai beroperasi awal kuartal I 2018.

Dalam mencapai target EBT sebesar 23% pada tahun 2025 tersebut, Pemerintah telah menyusun berbagai strategi. Di bidang panas bumi misalnya, telah ditetapkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 36 tentang Tata Cara Penugasan Survei Pendahuluan (PSP) dan Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi (PSPE).

Melalui mekanisme Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi (PSPE) ini, Pemerintah dapat menugaskan Badan Usaha untuk melakukan kegiatan survei geologi, geokimia, geofisika, dan/atau evaluasi terpadu hingga pengeboran sumur eksplorasi untuk memperoleh informasi perkiraan cadangan Panas Bumi.

Adanya mekanisme PSPE akan membantu para calon investor panas bumi untuk memastikan keberadaan cadangan panas bumi, mendapatkan perhitungan nilai keekonomian yang lebih komprehensif, mitigasi resiko pengembangan kedepan, dan kesempatan yang lebih besar untuk mendapatkan pendanaan proyek dengan menyampaikan data dan informasi yang lebih bankable.

Selain itu, beberapa terobosan lainnya yang telah dilakukan untuk meningkatkan investasi di bidang panas bumi, antara lain:
1. Penugasan kepada BUMN, berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi;
2. Insentif fiskal, seperti tax allowance dan tax holiday, serta insentif non-fiskal;
3. Penyederhanaan perizinan, antara lain Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di BKPM, pemangkasan waktu dan jenis perizinan;
4. Pengeboran eksplorasi oleh Pemerintah dan Geothermal Fund; serta
5. Pelelangan Wilayah Kerja Panas Bumi di Indonesia Timur. (AI)

Bagikan Ini!