Presiden Jokowi: Jalan Keluar Atasi Defisit Transaksi Berjalan Adalah Hilirisasi

Kamis, 21 November 2019 - Dibaca 2454 kali

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

SIARAN PERS

NOMOR: 669.Pers/04/SJI/2019

Tanggal: 21 November 2019

Presiden Jokowi: Jalan Keluar Atasi Defisit Transaksi Berjalan Adalah Hilirisasi

Permasalahan Current Account Deficit (Defisit Transaksi Berjalan) dan Defisit Neraca Perdagangan dapat diatasi melalui peningkatan hilirisasi pertambangan. Hal ini ditegaskan oleh Presiden Joko Widodo ketika memberikan sambutan pada acara Indonesia Mining Award 2019 di Hotel Ritz Charlton Jakarta, Rabu (20/11).

Presiden Jokowi bahkan meyakini masalah tersebut akan terselesaikan dalam kurun waktu tiga tahun bila eksekusi kebijakan hilirisasi berjalan optimal. "Saya hitung-hitung, kalau semua menuju hilirisasi dan industrialisasi, dibuat barang jadi dan setengah jadi, saya yakin tak sampai tiga tahun, semua problem (masalah) defisit bisa diselesaikan hanya dalam waktu tiga tahun," ucap Jokowi yang saat itu didampingi pula Menteri ESDM Arifin Tasrif.

Salah satu komoditas tambang yang menjadi sorotan adalah nikel. Menurut Jokowi, nikel mampu dijadikan campuran lithium baterai yang menjadi bahan baku pembentukan baterai kendaraan listrik. Hal ini sejalan dengan kebijakan Pemerintah yang tengah gencar mengembangkan mobil listrik.

"Jadi ngapain kita impor elpiji, impor petrokimia yang besar, padahal nikel bisa dibangun, bisa hilang current account deficit itu. Saya jamin bisa hilang tidak akan lebih dari tiga tahun kalau tambah satu komoditas, belok ke situ sebagian, rampung kita," tutur Jokowi.

Sebelumnya, Kementerian ESDM melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 sudah memberikan larangan untuk melakukan ekspor biji (ore) nikel terhitung mulai 1 Januari 2020. Pengambilan keputusan ini berdasarkan pertimbangan peningkatan nilai tambah (added value) dari komoditas tersebut.

Komoditas lain yang bisa dimaksimalkan dari hilirisasi adalah mengubah batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) sebagai pengganti gas bumi cair (Liquified Petroleum Gas/LPG). Lalu, LPG bisa diubah menjadi petrokimia, metanol, dan sebagainya.

Bergerak ke Ramah Lingkungan

Meski mengoptimalkan nilai tambah dari sektor pertambangan, Presiden Jokowi mengingatkan kepada pengusaha tambang bahwa dunia semakin mengarah pada energi ramah lingkungan yang bakal secara perlahan menggantikan energi fosil yang ada selama ini. Maka, pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) sudah menjadi kepastian utama untuk memenuhi kebutuhan di masa mendatang.

"Perlu kita garis bawahi bersama bahwa dunia sudah menuju kepada energi yang ramah lingkungan," tegas Jokowi.

Pentingnya energi ramah lingkungan disadari Presiden saat bertemu dengan beberapa pemimpin dunia, seperti Managing Director IMF Kristalina Georgieva dan Sekjen PBB Antonio Guterres. Kedua pemimpin tersebut agar meminimalisir pembangunan pembangkit tenaga listrik berbasis batubara.

"Hati-hati terhadap penggunaan batubara, saya lihat masih banyak kerusakan lingkungan akibat kerusakan lingkungan akibat penggunaan sumber daya alam yang begitu cepat. Saya minta kita jaga kerusakan lingkungan akibat eksplorasi yang begitu banyak di negara kita," tutur Jokowi kepada para pengusaha tambang.

Jokowi pun mengungkapkan potensi sumber EBT yang cukup besar di Indonesia. "Saya tahu nanti akan kita arahkan penggunaan EBT baik hydropower baik angin, solar cell, atau geotermal," papar Jokowi.

Dalam catatan Kementerian ESDM, potensi sumber daya EBT tediri dari panas bumi (11 GW), angin (60,6 GW), bioenergi (32,6 GW), air dan mikrohidro (94,3 GW), surya (207,8 GWp) dan laut (17,9 GW). Total, Indonesia memiliki 442 GW potensi EBT dan baru diutilisasi sebesar 2,1% atau 9 GW. (NA)

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama

Agung Pribadi (08112213555)

Bagikan Ini!