Menteri Arifin Beber Tantangan CCS/CCUS
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
REPUBLIK INDONESIA
SIARAN PERS
NOMOR: 424.Pers/04/SJI/2024
Tanggal: 5 Agustus 2024
Menteri Arifin Beber Tantangan CCS/CCUS
Pemerintah memiliki komitmen besar dalam mencapai target emisi nol bersih (net zero emission), salah satunya adalah dengan mengimplementasikan teknologi Carbon Capture and Storage / Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCS/CCUS). Teknologi ini diharapkan dapat memainkan peran kunci dalam menekan jejak karbon negara yang dikenal sebagai salah satu penghasil emisi terbesar di dunia.
Dengan memanfaatkan CCS dan CCUS, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari sektor industri dan energi, sekaligus mendukung transisi menuju energi bersih. Langkah ini merupakan bagian dari strategi nasional untuk memenuhi komitmen dalam Perjanjian Paris dan memitigasi dampak perubahan iklim secara lebih efektif.
Meskipun CCS/CCUS menawarkan potensi besar dalam mengurangi emisi karbon, biaya tinggi yang terkait dengan implementasinya menjadi tantangan utama bagi Indonesia. Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif.
"Rencana implementasi CCS/CCUS sekarang masih mahal, tapi memang harus kita coba. sesuatu kalau baru dicoba kan memang mahal," ujarnya di Kantor Ditjen Migas, Jakarta, Jumat (2/8).
Arifin menjelaskan bahwa Indonesia memiliki 15 proyek CCS/CCUS yang masih dalam tahap studi/persiapan yang tersebar dari barat hingga timur Indonesia, yaitu terdiri dari proyek Tangguh EGR/CCUS, Abadi CCS, Sukowati CCUS/EOR, Gundih CCUS/EGR, Pilot Test CO2 Huff and Puff Jatibarang, Ramba CCUS/EOR, CO2 Huff and Puff Gemah, Sakakemang CCS, Arun CCS, Central Sumatera Basin CCS/CCUS Hubs, Kutai Basin CCS Hub, Asri Basin CCS/CCUS Hubs, CCU to Methanol RU V Balikpapan, East Kalimantan CCS/CCUS Study, dan Blue Ammonia + CCS Donggi Matindok.
Dalam paparannya, biaya untuk menginjeksikan per ton CO2 pada proyek penyimpanan CO2 akan memakan biaya yang tidak sedikit, diantaranya adalah sebagai berikut, pertama Pemurnian Gas Alam, Gundih Jawa Timur dengan biaya USD43-53/ton CO2, dengan total 0,3 juta ton CO2 per tahun, investasi injeksi USD105 juta
Selanjutnya Produksi LNG Bintuni, Papua Barat, USD33/ton CO2. Total 2,5-3,3 juta ton CO2 per tahun, Investasi injeksi sebesar USD948 juta. Kemudian Produksi LNG di Masela, NTT, USD26/ton CO2, total 3,5 juta ton CO2 per tahun, investasi injeksi sebesar USD1,4 miliar. Terakhir ialah Gasifikasi batubara menjadi DME, Tanjung Enim Sumatera Selatan, USD50-55/ton CO2, total 3 juta ton CO2 per tahun dan investasi injeksi mencapai USD1,6 miliar. (DAN)
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama
Agus Cahyono Adi
Bagikan Ini!