Memotivasi Percepatan Pembangunan Pabrik Pengolahan dan Pemurnian Bauksit

Senin, 9 April 2012 - Dibaca 23685 kali

Wilayah yang diperkirakan memiliki sumber daya bauksit terbesar di Indonesia saat ini, yaitu Kalimantan Barat dan Kepulauan Riau, berdasarkan jumlah pemegang izin usaha pertambangan (IUP) potensi sumber daya bauksit yang dimiliki secara keseluruhan mencapai sekitar 3,47 miliar ton.

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kepulauan Riau (DESDM Kepulauan Riau, 2011) mencatat bahwa jumlah perusahaan penambangan bauksit yang memiliki IUP di wilayah ini terdapat 32 perusahaan, terdiri dari 3 IUP di Karimun, 12 IUP di Tanjung Pinang, Bintan 9 IUP dan dua perusahaan berada di perbatasan kabupaten. Total luas yang dikuasai oleh para pemegang IUP diperkirakan mencapai 34.993 Ha, masing-masing 1,64% dari luas tersebut berada di Karimun, Lingga (93,36%), Tanjung Pinang (1,61%), Bintan (2,33%) dan 1,06% berada di perbatasan dua wilayah. Jumlah sumber daya bauksit di Kepulauan Riau diperkirakan mencapai 180,97 juta ton, daerah yang masih menyimpan sumber daya bauksit paling besar adalah Kabupaten Lingga dengan jumlah sekitar 168,96 juta ton sisanya tersebar di empat wilayah dengan jumlah yang relatif kecil.

Di Kalimantan Barat (DESDM Kalimantan Barat, 2011) terdapat 49 perusahaan yang memiliki IUP dengan luas total yang dikuasai sekitar 557.259 Ha, 27 perusahaan berada di Sanggau dengan luas 247.338 Ha, di Bengkayang terdapat 2 perusahaan dengan luas 9.500 Ha, Landak sebanyak 8 perusahaan (57.217 Ha), Kayong Utara 5 perusahaan (9.985 Ha), Kabupaten Pontianak 3 perusahaan (35.250 Ha) dan di perbatasan antar kabupaten/kota sebanyak 4 perusahaan (197.970 Ha). Jumlah sumber daya bauksit di wilayah ini diperkirakan cukup besar yaitu sekitar 3,29 miliar ton, Sanggau dan lokasi yang berada di wilayah perbatasan dua kabupaten adalah wilayah yang memiliki sumber daya bauksit terbesar masing-masing 1,28 miliar ton dan 1,02 miliar ton. Masa berlakunya IUP tersebut berkisar antara 2 sampai 20 tahun.

Data produksi tahun 2010 tercatat sebesar 10,29 juta ton. Selama kurun waktu 2008-2010, jumlah produksi bauksit Indonesia rata-rata naik sebesar 2% per tahun.

PT. Antam Tbk Siap Dengan Bahan Bakunya

Sebagai penghasil bauksit, hingga saat ini Indonesia belum memiliki pabrik pengolahan bauksit menjadi alumina sehingga seluruh bijih bauksit di ekspor ke luar negeri (Jepang dan Cina), sedangkan alumina sebagai bahan baku untuk pembuatan aluminium harus diimpor dari negara lain (Australia).

Mengantisipasi UU No 4 tahun 2009, saat ini PT. Antam Tbk. berencana membangun pabrik pengolahan bauksit Smelter Grade Alumina (SGA) dan Chemical Grade Alumina (CGA). Masing-masing berkapasitas 300 ribu ton alumina per tahun dan 720 ribu ton alumina per tahun, total kebutuhan bahan baku bauksit paling sedikit 3,42 juta ton per tahun. Jika sumber daya bauksit milik PT. Antam Tbk yang di Sanggau (Kalimantan Barat) yang luasnya 36.410 Ha besarnya 188,30 juta ton. Dengan asumsi tingkat produksi tetap, maka umur tambang perusahaan ini sekitar 55,06 tahun. Artinya bahwa selama 55 tahun ke depan keberlangsungan kegiatan produksi pabrik smelter alumina milik PT. Antam Tbk dijamin keberadaan oleh sumber daya bauksit yang dimilikinya saat ini.

Nasib IUP Lainnya

3 bulan pasca terbitnya Permen ESDM no. 07 tahun 2012 (6/2-2012), dalam pasal 21 menyebutkan bahwa pemerintah melarang bahan tambang mentah untuk di ekspor, sebagian besar perusahaan besar menyambut baik terbitnya permen ini. Terdapat beberapa perusahan besar yang saat ini telah melakukan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian, diantaranya ada sudah dalam tahap konstruksi, studi kelayakan dan yang lainnya sedang dalam pengajuan izin pengolahan dan pemurnian.

Bagaimana dengan nasib pemilik IUP bauksit lainnya yang saat ini sebagian besar telah beroperasi, akan dikemanakan produksi mereka? Perlu dipertimbangkan mengenai keberadaan IUP bauksit lainnya yang tidak/belum memiliki rencana pembangunan smelter karena terkendala besarnya investasi.

Apabila larangan ekspor ini diberlakukan pada waktunya, dikhawatirkan akan ada ratusan orang kehilangan pekerjaan, pertumbuhan ekonomi daerah akan berjalan lambat, pendapatan daerah/pusat dan masyarakat juga menurun. Indonesia akan kehilangan potensi ekspor sebanyak 20% (sekitar US$46 miliar) dari target yang sudah ditetapkan.

Menjelang tiga bulan ke depan, sebagian perusahaan tambang memanfaatkan kesempatan ini untuk meningkatkan jumlah produksinya dan melakukan ekspor besar-besaran.

Kekhawatirkan lain yang muncul apabila larangan ekspor sudah diberlakukan adalah terjadinya penyelundupan bauksit yang akhirnya tidak menguntungkan bagi perkembangan pertambangan di Indonesia.

Keuntungan Terbitnya Permen ESDM

Lebih baik kehilangan 20% potensi ekspor tambang (saat ini) untuk mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar di masa yang akan datang dalam jangka panjang dengan berdirinya pabrik pengolahan dan pemurnian.

Keuntungan dengan terbitnya Permen ESDM no. 7 tahun 2012 antara lain adanya pabrik pengolahan dan pemurnian akan mendorong pertumbuhan ekonomi secara makro karena selain menciptakan lapangan kerja yang lebih besar juga akan menciptakan keterkaitan hulu dan hilir antar sektor yang lebih luas.

Tidak akan ada lagi para pembeli yang mempermainkan harga untuk menekan setoran royalti ke negara dengan membedakan nilai invoice dan LME (Kendarinews.com).

Adanya pabrik pengolahan dan pemurnian ini akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik sehingga akan menimbulkan dampak positif bagi pertumbuhan investasi, konsumsi masyarakat, meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah, meningkatkan pemasukan negara dan daerah.

Upaya Mengatasi Kendala

  • Apabila perusahaan tambang mengalami kesulitan dalam melakukan pengolahan sendiri, disarankan untuk melakukan konsorsium dengan perusahaan lainnya sehingga pengolahan dan pemurnian dapat lebih mudah dilaksanakan (Tempo.co, Jakarta).
  • Pemerintah akan memberikan kelonggaran meskipun sudah melewati 2014, apabila perusahaan tersebut mampu mengejar target, perusahaan tersebut akan tetap diberi izin ekspor tambang mentah. Akan tetapi kalau program kerjanya masih diragukan maka pemerintah akan melarang penuh ekspor tambang mentah di 2014 (Gustidha Budiartie).
  • Meningkatkan pengawasan terhadap kegiatan penambangan bauksit di daerah bekerja sama dengan berbagai pihak terkait di daerah seperti Distamben, Dishub, Bea Cukai, Adpel, Pelindo dan lain-lain untuk mengatasi kemungkinan adanya penyelundupan.
  • Mengingat semakin dekatnya batas waktu yang telah ditetapkan, maka harus ada penanganan khusus yang menangani percepatan pembangunan dan penambahan pabrik pengolahan dan pemurnian.
  • Mengajak perusahaan besar yang sudah eksis bekerjasama dalam membangun pabrik pengolahan dan pemurnian bauksit di Indonesia, sehingga cita-cita UU No. 4 tahun 2009 dan Permen No. 7 tahun 2012 tercapai. Semoga...
Oleh : Tim Tekno-Ekonomi Mineral, Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara, 2012.

Bagikan Ini!