Pengaturan BBM: Pemerintah Jamin Margin Badan Usaha Tetap Untung

Kamis, 12 April 2018 - Dibaca 1367 kali

Jakarta, Menindaklanjuti instruksi Presiden Republik Indonesia untuk pengendalian inflasi dan menjaga daya beli masyarakat atas Jenis Bahan Bakar Minyak Umum (BBM Umum), maka harga BBM Umum yang ditetapkan Badan Usaha (BU) harus melalui persetujuan Pemerintah, meski demikian Pemerintah menjamin margin BU tetap untung, demikian disampaikan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Djoko Siswanto pada acara Sosialisasi Rencana Kebijakan Penetapan Harga Jual Eceran BBM Umum di Lembaga Penyalur (SPBU dan SPBN) di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta (11/04).

Dalam acara yang dihadiri perwakilan Lembaga Penyalur BBM, Djoko mengungkapkan rencana perubahan Peraturan Menteri ESDM No. 39 Tahun 2014 tentang Perhitungan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, sebagai konsekuensi perubahan Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM, yang salah satunya mengatur BBM Umum.

Seperti disampaikan Djoko, dalam rencana revisi tersebut ada beberapa hal yang menjadi perhatian. Pertama, terkait penetapan Margin. Dalam Peraturan Pelaksana yang baru, akan meniadakan ketentuan margin terendah sebesar 5%, dan menetapkan margin tertinggi sebesar 10%.

"Pemerintah tidak akan menetapkan harga BBM Umum yang merugikan BU," tegas Djoko. "Kita semua tau bahwa MOPS selalu fluktuasi. Kuncinya adalah tranparansi (atas penetapan Harga BBM). Kemudian, sifatnya rahasia antara satu BU dengan yang lain. Pemerintah menjaga kerahasiaan. Kita jamin pasti untung," imbuhnya.

Perwakilan PT. AKR Corporindo Tbk., Merry menyatakan bahwa pada prinsipnya AKR mendukung ketetapan Pemerintah sepanjang BU tidak merugi. Namun menurutnya, pertimbangan kemampuan Daya Beli Masyarakat tidak berlaku untuk BBM Umum secara keseluruhan. "Untuk BBM dengan spesifikasi RON 92 ke atas, biasanya merupakan pilihan. Orang beli karena punya kemampuan. Yang tidak mampu tidak akan pernah masuk ," imbuhnya

Menanggapi hal tersebut, Djoko kembali menjelaskan bahwa kebijakan ini tidak hanya untuk menjaga daya beli masyarakat secara keseluruhan, tetapi juga menjaga agar volume BBM Umum yang dijual oleh BU tetap laku di pasaran. "Apabila harga BBM Umum terlalu mahal tidak menutup kemungkinan masyarakat (konsumen) akan beralih ke Premium yang jauh lebih murah, itu juga yang kita (Pemerintah) jaga," tambahnya

Ke depannya, Menteri dapat memberikan persetujuan harga jual eceran Jenis BBM Umum dengan mempertimbangkan antara lain: 1) situasi perekonomian, 2) kemampuan daya beli masyarakat, dan/atau 3) ekonomi riil dan sosial masyarakat.

Sekretaris Direktorat Jenderal Migas, Susyanto menambahkan bahwa kedepan perlu dibuat Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk proses penetapan harga BBM Umum ini.

Menanggapi hal tersebut, perwakilan dari Shell, Abdul, mengungkapkan bahwa "Kami menghargai dan senang sekali bahwa nanti akan ada SOP yang lebih rinci. Tentunya dengan adanya SOP kami dari Badan Usaha masing-masing tidak ada kerancuan atau keraguan dari masing-masing stakeholders. Semua tau aturan dan implementasinya,"

Selanjutnya sembari menunggu perubahan Perpres No.191/2014 ditandatangani, Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas, Harya Adityawarman menginstruksikan pembentukan Tim kecil yang beranggotakan perwakilan masing-masing BU untuk berkoordinasi lebih lanjut mulai merumuskan SOP dimaksud, bersama-sama dengan Kementerian ESDM cq. Ditjen Migas. (qq)