Penetapan Harga BBM Pertimbangkan Keuangan Negara dan Daya Beli Masyarakat

Senin, 19 Maret 2018 - Dibaca 40569 kali

Jakarta, Penetapan harga jual eceran Jenis BBM Tertentu (JBT) atau BBM bersubsidi dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP), dilakukan setiap 3 bulan. Dalam penetapan tersebut, Pemerintah mempertimbangkan berbagai aspek, antara lain kemampuan keuangan negara atau situasi perekonomian, kemampuan daya beli masyarakat dan ekonomi riil serta daya beli masyarakat.

Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM, terdapat 3 kategori jenis BBM yaitu pertama, Jenis BBM Tertentu (JBT) yang harganya ditetapkan Pemerintah dan diberikan subsidi yaitu Minyak Solar dan Minyak Tanah. Kedua, Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) tidak diberikan subsidi, diberikan biaya tambahan 2% dan didistribusikan di wilayah non Jawa, Madura, Bali (Jamali) yaitu Bensin RON 88. Ketiga, Jenis BBM Umum (JBU) di luar JBT dan JBKP seperti Pertalite dan Pertamax series.

Demikian benang merah paparan Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Ego Syahrial dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR, Senin (19/3). Rapat dipimpin Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu serta dihadiri oleh Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa, Dirut PT Pertamina Elia Massa Manik dan Dirut AKR Haryanto Adikoesoemo.

Terkait formulasi harga BBM, lanjut Ego, untuk formula harga dasar JBT dan JBKP mengacu pada Kepmen ESDM Nomor 2846 K/12/MEM/2015 dan harga indeks pasar (HIP) sesuai dengan Kepmen ESDM Nomor 2361/K/12/MEM/2017.

"Biaya perolehan BBM mengacu pada harga indeks pasar BBM yang dipengaruhi oleh harga ICP. Rata-rata ICP tahun 2018 masih berada di atas US$ 60 per barel, sehingga rata-rata harga indeks pasar BBM berada di atas level US$ 70 per barel," tambah Ego.

Komponen harga dasar BBM terdiri atas biaya perolehan, biaya penyimpanan dan distribusi serta margin. Biaya perolehan merupakan biaya yang dibutuhkan untuk menyediakan BBM, sedangkan biaya penyimpanan dan distribusi merupakan biaya yang dibutuhkan untuk mendistribusikan BBM ke seluruh wilayah Indonesia.

Dalam kesempatan tersebut, Plt Dirjen Migas juga memaparkan mengenai volume BBM nasional tahun 2018 untuk Minyak Solar sebesar 15,62 juta KL dan Minyak Tanah sebesar 0,61 juta KL serta Bensin RON 88 Premium sebesar 7,50 uta KL.

Sementara realisasi untuk BBM nasional tahun 2017 untuk Minyak Solar sebesar 14,51 juta KL atau 93,61% dari kuota dalam APBN-P 2017 sebesar 15,50 juta KL. Realisasi Minyak Tanah sebesar 0,53 juta KL atau 86,89% dari kuota sebesar 0,61 juta KL. Sedangkan realisasi RON 88 Premium sebesar 7,05 KL atau 56,40% dari kuota penugasan BPH Migas sebesar 12,50 juta KL. (TW)