Pengembangan Energi Surya Menjadi Prioritas Kebijakan Energi

Kamis, 30 September 2021 - Dibaca 961 kali

Arah kebijakan energi Indonesia depan adalah transisi energi yang lebih bersih, minim emisi, dan ramah lingkungan. Hal ini sejalan dengan komitmen Indonesia pada Paris Agreement yaitu penurunan emisi gas rumah kaca. Dalam mencapai target tersebut pemerintah memprioritaskan pada pengembangan energi surya karena biaya investasi yang rendah dan waktu implementasi yang singkat.

Hal tersebut diampaikan oleh Menteri Arifin Tasrif pada acara Webinar Gatra Apresiasi Energi 2021 dengan tema "Kemandirian Kebutuhan Energi sebagai Kunci Keberhasilan Kebangkitan Perekonomian Nasional" yang digelar oleh Gatra Media Group, Kamis (30/9).

"Fokus pengembangan EBT, seperti di daerah perbatasan dimana kebutuhan energi yang terus meningkat, maka harus diimbangi dengan peningkatan infrastruktur energi yang lebih masif dan tepat guna," ujar arifin.

Pandemi covid-19 global selama satu setengah tahun ini disebut Arifin telah memberikan dampak yang begitu besar bagi perekonomian nasional. Sampai saat ini pemerintah terus berupaya memulihkan sektor perekonomian yang berfokus pada kegiatan produktif dengan tetap memberikan rasa aman dan nyaman di tengah pengendalian penyebaran covid19.

Indonesia disebutnya tengah dihadapkan pada tantangan untuk memperkuat ekonomi nasional kearah ekonomi hijau yang lebih ramah lingkungan. Sektor energi diharapkan dapat mengambil peran penting melalui langkah yang inovatif dan sikap kolaboratif untuk dapat mewujudkan kemandirian dan ketahanan energi dan mendukung pertumbuhan ekonomi hijau.

Arah kebijakan tersebut oleh Kementerian ESDM dituangkan dalam Grand Strategi Energi Nasional (GSEN) yang diharapkan mampu membuahkan solusi untuk tantangan ketahanan dan kemandirian energi nasional yang dihadapi saat ini. Pada GSEN telah dipetakan kapasitas untuk ditambahkan kapasitas EBT sebesar 38 GW sampai tahun 2035 melalui upaya percepatan substitusi energi primer, konversi energi primer fosil, dan penambahan kapasitas EBT.

"Harapannya dengan adanya subtitusi ini, sesuai target kita sebelum tahun 2030 bisa menghentikan impor energi terutama impor BBM dan LPG yang pada akhirnya akan mengurangi beban devisa nasional serta meningkatkan kemandirian dan ketahanan energi kita," ujar Arifin.

Program-program tersebut mendukung transformasi energi menuju net zero emission pada tahun 2060. Pemilihan teknologi menjadi prioritas utama guna memastikan ketersediaan, kemudahan, keterjangkauan, keberlangsungan, dan daya saing untuk mencapai kemandirian dan ketahanan energi yang berkelanjutan serta rendah karbon.

"Kita membutuhkan kerja yang luar biasa dan sinergi yang baik dalam mengimplementasikan program tersebut. Untuk itu kami mengajak semua pihak terutama kepada insan energi untuk terus berkontribusi dan memberikan sumbangsih demi terciptanya tata kelola yang lebih baik dalam membangun ekosistem sektor energi yang adaptif, progresif, dan andal," tutup Arifin.(U)