Pemerintah Terus Berupaya Mengurangi Emisi Karbon Untuk Transisi Energi
Dalam rangka Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) Pembangkitan Tenaga Listrik, Kementerian ESDM saat ini sedang menyusun regulasi tentang Tata Cara Penyelenggaran Nilai Ekonomi Karbon pada Pembangkitan Tenaga Listrik. Regulasi tersebut diharapkan dapat membantu mewujudkan komitmen Pemerintah dalam pengendalian emisi gas rumah kaca, khususnya di sektor energi.
Hal tersebut disampaikan Direktur Teknik dan Lingkungan Dwinugroho pada MGN Summit Series: Energy Summit 2022 "Kolaborasi Global Menuju Transisi Energi" dengan Tema Merebut Peluang Pasar Energi Karbon, Selasa (31/05/2022).
"Dalam rangka Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) Pembangkitan Tenaga Listrik, saat ini kami sedang menyusun Rancangan Peraturan Menteri ESDM tentang Penyelenggaran NEK pada Pembangkitan Tenaga Listrik," ujar Nugroho.
Ia mengatakan, setiap pelaku usaha di pembangkitan tenaga listrik wajib menyampaikan pelaporan emisi GRK kepada Ditjen Gatrik melalui APPLE-Gatrik. Pelaku usaha yang tidak menyampaikan laporan emisi GRK maka tidak diperbolehkan untuk melakukan perdagangan karbon dan seluruh Emisi GRK yang dihasilkan di atas Batas Atas Emisi GRK dikenai pajak karbon. reviousNext
Nugroho menjelaskan dampak perdagangan karbon di pembangkitan tenaga listrik diantaranya mendorong PLTU untuk melakukan upaya-upaya pengurangan emisi GRK melalui kegiatan seperti pemasangan PLTS rooftop, cofiring, efisiensi energi, dan kegiatan mitigasi lainnya, dan bagi unit pembangkitan yang memilki defisit emisi, harus membeli emisi dari unit pembangkit yang memiliki surplus emisi dan/atau offset sebesar seluruh defisit emisi unit pembangkit tersebut. Jika tidak melakukan perdagangan karbon sama sekali atau masih terdapat sisa emisi, maka akan dikenakan pajak karbon.
Kemudian, untuk unit PLTU yang sudah tidak efisien dan memiliki emisi yang tinggi akan diperhitungkan untuk dimasukan dalam program early retirement PLTU untuk digantikan ke pembangkit EBT.
"Sedangkan peluang perdagangan karbon di pembangkitan tenaga listrik pada pelaksanaannya terdapat potensi insentif yang akan diterima oleh unit PLTU yang menghasilkan emisi di bawah PTE yang telah ditetapkan, karena status defisit unit PLTU lebih besar dari unit surplus dan harga karbon akan meningkat," ujar Nugroho.
Selanjutnya, terdapat potensi Insentif yang akan diterima oleh pembangkit EBT yang telah mendapatkan Sertifikat Pengurangan Emisi (SPE). Hal tersebut dapat memicu pengembangan pembangkit EBT yang lebih masif.
Dalam rangka memenuhi target kesepakatan dalam Paris Agreement dan melaksanakan komitmen yang sudah disetujui bersama negara-negara di dunia untuk menjaga kenaikan temperatur global tidak melebihi 2 derajat, " Targetnya kita menjaga di 1,5 derajat, tidak lebih dari itu," tegas Nugroho.
Mekanisme Cap and Trade
Pada uji coba pasar karbon ini menerapkan mekanisme cap and trade dan offset, sehingga diperlukan pembatasan terhadap nilai emisi CO2 yang dihasilkan. Nilai batas atas (cap) emisi GRK akan ditetapkan Pemerintah berdasarkan intensitas emisi GRK rata-rata tertimbang pada tahun 2019.
Untuk alasan penentuan porsi sebesar 70% untuk kegiatan trading dan 30% untuk kegiatan offset diantaranya memastikan agar emisi unit pembangkit yang surplus tidak melebihi nilai Batas Atas Emisi, memotivasi/mentriger dan mempercepat realisasi pembangkit EBT dan merealisasikan target pencapaian NDC.
Nugroho juga memaparkan progress rencana penerapan carbon credit (cap-trade-tax) yakni Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) Pembangkitan Tenaga Listrik yang terdiri dari penerapan batas atas emisi GRK (BAE) melalui persetujuan teknis (PT-BAE), usulan mekanisme dengan Surat Persetujuan Teknis Emisi (PTU) pada PLTU batubara dan dengan trading, Pelaporan Emisi GRK serta penguatan kerangka transparansi yang akan bekerjasama dengan kementerian terkait seperti KLHK dan Kemenperin.
Dalam kesempatan yang sama Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK Laksmi Dewanthi mengatakan pemerintah tidak ingin hanya berjualan karbon, menurutnya Indonesia memiliki target jangka panjang yakni menurunkan emisi gas rumah kaca.
"Tujuan yang ingin kita capai adalah penurunan emisi gas rumah kaca dan peningkatan ketahanan iklim untuk indonesia yang berkelanjutan," ujar Laksmi.
Pemerintah serius mewujudkan komitmen Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat. Untuk itu, pemerintah tengah menyusun peta jalan (roadmap) demi menghadapi berbagai tantangan serta risiko perubahan iklim di masa mendatang.
"Tujuan utamanya yaitu membuat suatu iklim harus mengurangi emisi karbon, bagaimana Indonesia menjadi suatu negara yang bersih dan kemudian mengurangi Co2," tutup Nugroho (AT).