Optimalisasi Sistem Tenaga Listrik melalui Smart Grid
Jaringan tenaga listrik cerdas atau Smart Grid yang memanfaatkan komunikasi dan informasi dua arah dapat membuat sistem tenaga listrik menjadi lebih optimal dan efisien. Ini berbeda dengan jaringan tenaga listrik konvensional yang hanya memanfaatkan interaksi satu arah. Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan Wanhar menyampaikan hal tersebut dalam Webinar Smart Grid, Selasa (9/2/2021).
Mengutip definisi dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Wanhar menyebut Smart Grid adalah konsep jaringan tenaga listrik cerdas untuk pemenuhan kebutuhan energi listrik dengan memanfaatkan teknologi informasi dan teknologi komunikasi dua arah antara produsen listrik dan konsumen.
"Ruang lingkup Smart Grid luas sekali. Mulai dari pembangkit dan automasi sistem transmisi, integrasi pembangkit terbarukan dan automasi sistem distribusi, hingga pemanfaatan dan pembangkitan mandiri," ujar Wanhar.
Smart Grid membuat konsumen bisa juga menjadi produsen (prosumer). Wanhar mencontohkan seseorang yang memasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap di rumahnya dapat mengirim tenaga listrik ke sistem PT PLN (Persero) dan tetap bisa memakai listrik dari PLN.
Wanhar menyebut implementasi Smart Grid sudah dimulai sejak 2013 oleh BPPT di Sumba, Nusa Tenggara Timur, meskipun masih skala kecil (Smart Micro Grid). Selain itu, Smart Grid juga diterapkan untuk demo plant di Baron Techno Park, Gunung Kidul, Yogyakarta serta Floating PV (PLTS Terapung)-Battery PLTA Cirata.
Ia lalu menjelaskan tentang Smart Micro Grid di Sumba yang merupakan integrasi antara Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), PLTS dan baterai, serta Jaringan Tegangan Menengah (JTM) 20 kV.
"Sistem tenaga listrik di Sumba beroperasi secara otomatis sesuai program algoritma untuk menyuplai beban. Beban dasarnya 1.200 kW dengan beban puncak 2.100 kW," kata Wanhar. Komunikasi sistem dilakukan melalui Power Line Communication (PLC), dan automasi kontrol dan monitoring melalui Supervisory Control and Data Acquisition (SCADA) master station.
Wanhar mengatakan variable renewable energy (VRE) yang sifatnya intermittent pada jaringan di Pulau Sumba ini bisa stabil karena dilengkapi juga dengan baterai (battery storage).
"Di Sumba, beban puncak dan beban dasar jaraknya sangat jauh. Ini mencerminkan bahwa bebannya masih didominasi oleh rumah tangga. PLTS digunakan siang hari sekitar 5 jam. Ini digunakan untuk mengecas baterai 500 kWh. Ketika beban puncak pada malam hari, baterai digunakan untuk menyuplai jaringan di Sumba. Ini mengurangi beban PLTD atau pun PLMTH. Ketika PLTS hilang dari sistem karena hujan atau mendung, bisa dengan cepat digantikan dengan PLTD yang dayanya cukup besar," Wanhar menjelaskan.
Tak hanya dapat mengoptimalkan sistem tenaga listrik, Smart Grid juga dapat meningkatkan mutu dan keandalan tenaga listrik. Koordinator Perlindungan Konsumen Ketenagalistrikan Sugeng Prahoro mengatakan pembangunan Smart Grid diharapkan dapat menurunkan potensi pemadaman listrik dan meningkatkan efisiensi dalam penyediaan tenaga listrik.
Perubahan meter listrik dari yang konvensional ke Smart Meter akan meningkatkan pengawasan serta mutu dan keandalan tenaga listrik. Ia memperkirakan investasi Smart Meter untuk mengganti meter pascabayar nilainya mencapai 10 triliun rupiah dalam jangka waktu 15 tahun.
"Pemasangan Smart Meter diutamakan untuk konsumen potensial dan wilayah yang layak dalam pembangunan infrastruktur AMI (Advanced Metering Infrastructure-red.). Pada tahun 2022, diproyeksikan telah terpasang meter AMI sebanyak 1 juta konsumen," pungkas Sugeng. (AMH)