Transisi Energi Indonesia Melalui Bauran Energi Rendah Karbon
JAKARTA - Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, sekaligus Plt. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan ESDM, Dadan Kusdiana menyampaikan kebijakan gasifikasi batubara pada pertemuan Standing Group On Long-Term Co-Operation, yang diselenggarakan oleh International Energy Agency (IEA). Pada kesempatan tersebut, Dadan mengatakan bahwa Indonesia dalam proses tahapan transisi energi dengan melakukan bauran energi rendah karbon yang diterapkan untuk sektor elektrifikasi dan transportasi.
"Pembangkit berbahan dasar fosil (minyak dan batu bara) semakin berkurang, sebagian tergantikan oleh energi terbarukan terutama yang berusia lebih dari 30 tahun. Di sisi lain, kami mendukung gagasan teknologi batu bara bersih yang efisien untuk memenuhi kebutuhan listrik dan aspek lingkungan", ujar Dadan secara virtual, Selasa (23/3) malam.
Peraturan Presiden nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional menyebutkan bahwa pemanfaatan batubara diprioritaskan untuk menunjang kebutuhan dalam negeri dan UU nomor 3 tahun 2020 tentang Mineral Batubara mengamanatkan bahwa Pemerintah harus mendorong hilirisasi batubara salah satunya dengan mengembangkan dan memanfaatkan gasifikasi batubara menjadi digunakan sebagai alternatif pengganti elpiji impor.
"Batubara memang masih mendominasi karena biaya investasinya paling kecil, namun jika kita mempertimbangkan aspek lingkungan, maka batubara bukan lagi tujuan utama kita untuk dikembangkan. Diperlukan strategi yang ringkas untuk percepatan transisi energi dengan melakukan down-streaming", jelas Dadan di forum virtual yang yang dihadiri oleh enam perwakilan negara diantaranya Brazil, Polandia, Amerika Serikat, Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Singapura, termasuk Indonesia. Masing-masing perwakilan negara menjelaskan bagaimana kebijakan energi masing-masing negara dalam sesi 7 Roundtable Countries Energy Policy Updates.
Dadan menyebutkan berdasarkan data Kementerian ESDM, impor LPG pada tahun 2020 telah mencapai 77,63% dari total kebutuhan nasional sebesar 8,81 juta ton. Tanpa intervensi hilirisasi batubara, rasio impor LPG dapat meningkat menjadi 83,55% dari total permintaan 11,98 juta ton pada tahun 2024.
"Beberapa teknologi yang kami coba kembangkan adalah gasifikasi, briquetting, coking, ekstraksi, upgrading, IGCC dan CCS-CCUS. Produk gasifikasi batubara seperti DME, methanol, syngas, SNG, ammonia, dan hydrogen gas (H2) akan berkontribusi untuk memenuhi kebutuhan gas bumi, khususnya di wilayah Sumatera dan Kalimantan", pungkas Dadan.
Adapun langkah Indonesia untuk mengejar pencapaian target bauran EBT sebesar 23% pada tahun 2025 dan NDC 29%, di antaranya adalah substitusi energi primer / final; B30-B50, Co-firing, penggunaan RDF; konversi energi primer fosil, konversi teknologi pembangkit listrik; kapasitas terpasang EBT yang berfokus pada PLTS dan pemanfaatan non listrik/non biofuel seperti briket, pengeringan hasil pertanian dan biogas. (DLP/IEA)