Komersialisasi Cofiring Biomassa pada PLTU Pacitan
JAKARTA - Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah untuk mendorong pencapaian target EBT 23% di tahun 2025 dalam bauran energi nasional, antaralain dengan mendorong pembangunan pembangkit EBT yang baru dan juga melakukan substitusi penggunaan energi pada pembangkit-pembangkit eksisting. Namun, membangun pembangkit EBT tentunya memerlukan investasi yang besar dan waktu yang cukup lama, sehingga untuk jangka pendek dan menengah diperlukan upaya dan terobosan untuk mencapai target peran EBT secara cepat dan juga murah. Salah satu solusi jitu mengatasi tantangan ini yaitu melakukan substitusi penggunaan energi pada pembangkit eksisting melalui program Cofiring Biomassa.
Cofiring merupakan salah satu upaya dalam rangka meningkatkan bauran energi, tanpa melakukan investasi, yang cepat dan juga mudah untuk dilakukan, apalagi dimasa Pandemi Covid 19 ini, dimana demand penggunaan energi mengalami penurunan, dan ketersediaan dana untuk investasi juga terbatas. Maka upaya subsitusi energi untuk jangka pendek dan menengah menjadi pilihan yang cerdas.
Cofiring pada PLTU telah teruji sebagai alternatif untuk mengurangi pemakaian batu bara dengan menggantikan sebagian batu bara dengan bahan bakar biomassa, dengan tetap memperhatikan kualitas bahan bakar sesuai kebutuhan. Selain mendukung kontribusi energi terbarukan pada bauran energi nasional, program ini juga berdampak positif pada pengembangan ekonomi kerakyatan yang produktif serta juga dapat menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK), diharapkan nantinya emisi bisa diturunkan, dan dengan implementasi cofiring biomasa, kualitas udara dalam jangka panjang khususnya didaerah pembangkit menjadi lebih bersih dan sehat.
"Kami menyampaikan apresiasi kepada PT. PLN dan PT. PJB atas kontribusinya dalam mendukung pengembangan energi terbarukan melalui program Cofiring Biomassa pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Ini saya rasa menjadi milestone yang penting untuk program cofiring pada PLTU existing. Setelah berhasil dari Go Live Commercial di Paiton, PLTU Pacitan menyusul dan harapan kami nanti ini juga akan disusul dengan Go Live Commercial implementasi cofiring di PLTU lainnya di masa yang akan datang", ujar Direktur Bioenergi Andriah Feby Misnah pada Live Conference Go Live Komersial Cofiring PLTU Pacitan 2x315 MW milik PT. Pembangkitan Jawa Bali (PJB) kemarin (07/12).
Feby menyampaikan apresiasinya kepada PT. PJB yang telah berkontribusi dalam mengembangkan dan menggunakan teknologi Co-Firing biomassa melalui pengujian Co-Firing di 13 PLTU dengan jenis boiler dan kapasitas yang beragam.Dari 13 PLTU tersebut, di Regional Jawa Madura Bali, PJB telah berhasil melakukan uji coba Co-Firing biomassa hingga 5% menggunakan 2 jenis biomassa yaitu wood pellet dan sawdust di 5 unit dengan Boiler. 5 unit yang telah diuji antara lain PLTU Paiton Unit 1 dan 2 (2x400 MW), PLTU Rembang (2x315 MW), PLTU Pacitan (2x315 MW), PLTU Indramayu (3x330 MW) dan PLTU Paiton 9 (1x660 MW).
Apresiasi pun disampaikan kepada PT. PLN yang siap untuk mengimplementasikan cofiring pada PLTU milik PLN atau anak perusahaannya sejumlah 114 unit dengan total kapasitas 18.154 MW.Untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar biomassanya, diperlukan pellet biomassa hingga 4,16-juta ton/tahun (asumsi cofiring 5%) dan pellet sampah sebanyak 749-ribu ton/tahun (asumsi cofiring 1%). Dengan asumsi persentase cofiring biomassa sebesar 5% di seluruh PLTU tersebut, maka akan dihasilkan peningkatan kontribusi EBT sebesar 0,9% pada bauran energi nasional. Jika cofiring biomassa dilakukan hingga 10%, maka bauran EBT yang dapat dihasilkan mencapai 1,79%.
Dalam sambutannya, Feby mengungkapkan bahwa Kementerian ESDM bersama PLN telah menyusun rencana aksi dengan melibatkan berbagai pihak terkait guna mendukung pelaksanaan program Cofiring Biomassa, antaralain penyelesaian roadmap pengembangan Cofiring Biomassa yang diharapkan Desember 2020 bisa selesai, termasuk penentuan skala prioritas klister dari PLTU. Direktorat Jenderal EBTKE juga telah membentuk tim teknis yang bertugas untuk pendampingan dan monitoring pada pelaksanaan implementasi komersial cofiring biomassa, terutama terkait pasokan bahan baku dan skema bisnis; dan telah melakukan konsensus untuk RSNI pelet biomassa dan bahan bakar jumputan padat, (target menjadi SNI pada Desember 2020). Rencana aksi yang terakhir yaitu menyusun draft permen implementasi cofiring dan diperkuat dengan kajian akademis serta mulai melibatkan BUMDes setempat untuk membangun ekosistem listrik kerakyatan bersama KL terkait lainnya.
"Tantangan terbesar kita untuk program cofiring dengan biomasa ini adalah ketersediaan bahan baku dan harga dari biomasa itu sendiri, untuk itu dalam jangka pendek kita mendorong implementasi dari cofiring ini dengan menyesuaikan ketersediaan feed stock daerah setempat, harapan kita ini bisa dipasok dari wilayah setempat jadi bisa mengurangi biaya transportasi yang akhirnya menekan biaya feed stock", pungkas Feby.
Ia pun menambahkan, dengan pemanfaatan dari wilayah setempat, dapat memberdayakan komunitas setempat dan memanfaatkan limbah atau sampah yang ada diwilayah setempat. Untuk jangka pendek, jenis bahan baku masih berbasis limbah mengingat saat ini harga biomasa berbasis tanaman energi masih cukup tinggi, namun bukan berarti menutup peluang penggunaan limbah berbasis tanaman energi akan digunakan, mengingat kebutuhan untuk feed stock cofiring kedepannya akan bertambah besar. (RWS)