Inovasi Teknologi Kunci Pengembangan EBT Menuju Transisi Energi
JAKARTA - Inovasi teknologi diyakini menjadi salah satu faktor kunci pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Pasalnya, keberhasilan pengembangan EBT salah satunya sangat bergantung pada inovasi dan kemajuan teknologi.
"Mengembangkan EBT membutuhkan investasi dalam jumlah besar, tetapi kemajuan teknologi akan memungkinkan EBT menjadi lebih terjangkau dan lebih ekonomis. Selain itu, keberhasilan pengembangan EBT akan merangsang pembangunan ekonomi," demikian disampaikan oleh Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Investasi dan Pengembangan Infrastruktur, Prahoro Yulijanto Nurtjahyo di depan peserta The 2nd Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) pada Rabu (13/11) yang berlangsung di Tribrata Meeting & Convention Center, Jakarta.
Prahoro menyampaikan Pemerintah mengharapkan forum-forum seperti ini dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai media yang tidak saja untuk bertukar pengalaman dan praktik terbaik untuk mendukung pengembangan EBT, tetapi juga memperkaya pengetahuan dan informasi mengenai pengembangan energi di Indonesia, khususnya teknologi energi. "Diharapkan akan ada dukungan dan kerja sama dari para pemangku kepentingan termasuk IETD kepada Pemerintah. Ini adalah forum yang tepat untuk membuka peluang untuk mengeksplorasi pemanfaatan energi terbarukan secara mendalam, khususnya teknologi energi," pungkasnya.
Pemanfaatan EBT menjadi salah satu program prioritas untuk mengurangi ketergantungan negara pada fosil, dan pada saatnya akan mendukung peningkatan stabilitas ekonomi nasional serta mengurangi risiko terkena dampak volatilitas harga bahan bakar global, mengurangi defisit neraca perdagangan nasional, meningkatkan manfaat sosial dan lingkungan, dan memungkinkan Indonesia untuk memenuhi komitmen mitigasi perubahan iklim di bawah Paris Agreement.
Forum IETD diselenggarakan untuk menemukan jawaban bersama atas pertanyaan-pertanyaan terkait transisi energi yang dihadapi Indonesia saat ini, yang diinisiasi oleh Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) dan Institute for Essential Services Reform (IESR). Pertama diselenggarakan pada tahun 2018, peluncuran IETD dilaksanakan oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan dengan diramaikan oleh lebih dari 10 orang pembicara prominen dari nasional dan internasional, yang dihadiri oleh Duta Besar Denmark, Duta Besar Inggris serta 200 peserta dari berbagai pemangku kepentingan terkait, termasuk media.
Fabby Tumiwa, selaku Direktur Eksekutif IESR menuturkan bahwa pada tahun ini, konsep yang diusung fokus kepada pendalaman pemahaman transisi energi dengan mempelajari skenario transisi energi global, tren teknologi, potensi disrupsi sektor energi, dan kebijakan-kebijakan untuk memfasilitasi transisi energi yang adil. Dialog tahun kedua ini diharapkan dapat memperkuat konsep dan memfasilitasi diskursus transisi menuju energi bersih di tanah air untuk memastikan transisi energi yang lancar.
Saat ini, transisi energi global menuju energi bersih sedang berlangsung. Pada tahun 2018 lalu, penambahan kapasitas terpasang energi terbarukan secara global sebesar 181 GW, hampir dua kali lipat dari penambahan kapasitas terpasang pembangkit fosil dan nuklir. Hal ini menjadi tahun keempat berturut-turut untuk energi terbarukan menambah lebih dari 50% dari total kapasitas pembangkit tambahan di dunia. Lebih lanjut, Bloomberg New Energy Finance (BNEF) melaporkan bahwa investasi energi bersih di negara berkembang (US$ 152,8 miliar) melebihi negara maju (US$ 131,6 miliar). Dalam hal efisiensi energi, penghematan energi untuk peralatan dan bangunan telah menjadi norma dan standar global untuk mengurangi pertumbuhan konsumsi energi.
Secara global, kemajuan digitalisasi dan teknologi di sektor energi mendorong proses transisi energi menjadi lebih pesat. Inovasi teknologi akan membuat pasokan listrik dapat disuplai dengan 100% energi terbarukan di pertengahan abad ini menjadi skenario yang memungkinkan. Kemajuan ini juga telah mendorong perubahan dalam cara perusahaan listrik menjalankan bisnis mereka.
Pertanyaan untuk Indonesia kini adalah bagaimana negara memanfaatkan daya saing dari penurunan biaya teknologi energi terbarukan dan inovasi teknologi untuk memacu transisi energi tanah air dan bagaimana Indonesia turut berkontribusi dalam pencapaian target Perjanjian Paris dan Target Pembangunan Berkelanjutan PBB dari Agenda 2030. Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) dan Institute for Essential Services Reform (IESR) memprakarsai penyelenggaraan Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) sejak tahun 2018 silam. (RWS)