Implementasi Program TOSS di Kabupaten Ende
JAKARTA - Menyusuli keberhasilan Go Live Komersial Program Co-firing oleh PJB di PLTU Paiton dan Pacitan, serta Indonesia Powerdi PLTU Jerajang, PLTU Suralaya 1-4, PLTU Ketapang serta PLTU Sanggau, kali ini PLTU Ropa berhasil melaksanakan reliability run cofiring dengan memanfaatkan pelet Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS). Pelet ini berasal dari material sampah biomassa di Kabupaten Ende yang diproduksi oleh masyarakat Ende sendiri.Sampah yang dijadikan pelet ini berasal dari sampah bekas masak, dedaunan, sampah rumput dan organik lainnya, yang diolah dan dicampur dengan batubara sehingga menjadi pelet campuran bahan bakar, pelet ini juga bisa digunakan untuk pengganti kayu bakar untuk memasak.
"Realisasi TOSS di Ende ini akan menjadi solusi untuk masalah sampah yang didominasi oleh sampah biomassa yaitu sampah perkebunan, pertanian, ranting-ranting dan sebagainya yang ada di Kota Ende. Melalui program TOSS ini diharapkan perekonomian masyarakat di Kota Ende bisa lebih maju, selain itu program cofiring ini untuk membantu Pemerintah Pusat terutama untuk penurunan gas rumah kaca yang sudah menjadi agenda nasional maupun internasional", ujar Djafar H Achmad, Bupati Ende pada acara Launching Teknologi TOSS Menjadi Bahan Baku Energi Kerakyatan Tingkat Kabupaten Ende, yang digelar secara virtual hari ini (Sabtu,9/1).
Djafar pun mengungkapkan, selain untuk Program Cofiring di PLTU Ropa, TOSS juga sangat bermanfaat untuk perekonomian masyarakat karena dapat menjadi pengganti bahan bakar memasak yang selama ini masih menggunakan minyak tanah dan kayu bakar. Disamping itu melalui program TOSS, Pemda Ende bersama masyarakat terus berinovasi untuk dapat memodernisasi sistem barter antara sampah dengan pelet.
Dalam sambutannya, Direktur Jenderal EBTKE, Dadan Kusdiana menyebutkan bahwa dalam tiga tahun ke depan, Nusa Tenggara Timur akan menjadi salah satu daerah yang berkontribusi besar pada energi baru dan energi terbarukan (EBT). Tak hanya komitmen kepastian regulasi, juga akan difasilitasi percepatan-percepatan lainnya guna mendukung keberlanjutan program TOSS ini oleh Kementerian ESDM.
"Pertama saya mengucapkan selamat dan ikut senang serta siap dalam berkontribusi. Salut Kepada Pak Bupati dan masyarakat Ende, jauh dari hiruk pikuk Jakarta namun sangat kreatif dan inovatif menciptakan terobosan memanfaatkan kearifan lokal dan memaksimumkan kapasitas setempat. Kita tidak bisa menolak perubahan zaman bahwa energI terbarukan ini akan terus didorong, sudah menjadi keputusan bersama dan kita sudah mempunyai target untuk EBT 23% di tahun 2025", pungkas Dirjen Dadan.
Ia pun menjelaskan untuk membangun beberapa pembangkit EBT seperti PLTP kemudian PLTA itu akan membutuhkan waktu lebih dari tiga tahun, sehingga untuk mencapai target 23% di tahun 2025 cukup berat. Diperlukan strategi untuk percepatan EBT. Dadan mewakili Kementerian ESDM dalam hal ini sangat mengapresiasi upaya Tim TOSS Ende yang terdiri dari Pemda Ende, Comestoarra,PLN UPK Flores, dan Organisasi Nirlaba ACIL yang terus mendukung transisi energi melalui upaya penyediaan energi yang berbasis energi terbarukan. Di mana salah satu bagian program Green Booster PLN adalah co-firing pada PLTU eksisting dengan menggunakan biomasa baik yang berbasis sampah, limbah maupun biomasa yang berasal dari tanaman energi.
Susbstitusi energi merupakan upaya yang mudah, cepat dan murah. Apalagi di masa pandemi covid ini, di mana demand penggunaan energi turun dan ketersediaan dana untuk investasi juga terbatas, maka upaya substitusi energi untuk jangka pendek dan menengah menjadi pilihan yang smart bagaimana untuk mendorong EBT tanpa membebani PLN dan juga Pemerintah dengan subsidi.
Cofiring biomasa pada PLTU bukanlah hal baru. Banyak negara-negara di luar yang sudah berhasil meng"hijau"kan PLTUnya dengan program cofiring biomasa, bahkan hingga 100% PLTU digantikan dengan biomasa. Ke depan akan terus diupayakan untuk bisa mengurangi PLTU-PLTU Eksisting untuk digantikan dengan pembangkit-pembangkit yang lebih bersih.Tantangan terbesar untuk program co-firing dengan biomasa ini adalah ketersediaan bahan baku yang berkelanjutan dan harga biomasa. Untuk itu dalam jangka pendek ini, Ditjen EBTKE mendorong implementasi dari co-firing ini menyesuaikan dengan ketersediaan feedstock di daerah setempat, sehingga dapat mengurangi biaya transportasi yang ujungnya bisa menekan harga dari feedstock.
Bahan baku yang digunakan untuk cofiring cukup beragam. Seperti PT. PJB berhasil Go Live Komersial dengan sawdust, PT. Indonesia Power Go Live dengan SRF dan sekam padi, PLTU Ketapang dan PLTU Sanggau Go Live Komersial dengan dengan cangkang sawit, dan sekarang PLTU Ropa dapat menggunakan pelet TOSS yang dibuat oleh masyarakat Ende.Hal ini menunjukkan bahwa bahan baku biomassa untuk cofiring PLTU sangatlah fleksibel dan dapat menyesuaikan dengan potensi biomassa setempat dengan tetap memperhatikan standar teknis dan kebutuhan pembangkit. Dengan demikian, pengusaha lokal dan masyarakat setempat dapat terlibat aktif dalam kegiatan ini sehingga mendukung terciptanya ekonomi listrik kerakyatan.
"Masih banyak hal yang harus kita siapkan untuk menyukseskan program co-firing biomasa ini secara berkelanjutan, karena kita tidak berharap program ini hanya jalan sebentar, tapi harus berkelanjutan dan diharapkan persentase dari campuran biomasanya juga terus bisa ditingkatkan. Untuk itu sisi hulu penyediaan feedstocknya juga harus kita bangun dan kembangkan dengan baik", kata Dadan.
Untuk mendukung pelaksanaan program ini Ditjen EBTKE telah menyusun rencana aksi dengan melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk PLN dan Pemerintah Daerah, antara lain:
1. Penyelesaian roadmap pengembangan cofiring biomassa termasuk penentuan skala prioritas klaster PLTU;
2. Membentuk tim teknis yang bertugas untuk pendampingan dan monitoring pada pelaksanaan implementasi komersial cofiring biomassa, terutama terkait pasokan bahan baku dan skema bisnis;
3. Menyusun RSNI pelet biomassa dan bahan bakar jumputan padat. Saat ini, proses akhir jajak pendapat RSNI pellet biomassa dan bahan bakar jumputan padat telah selesai dilaksanakan pada akhir tahun 2020, SNI segera diterbitkan di awal tahun 2021.
4. Menyusun Rpermen ESDM implementasi cofiring yang ditargetkan selesai pada B03 2021; dan
5. Membangun ekosistem listrik kerakyatan dengan melibatkan BUMDes2 serta meningkatkan bekerjasama dengan KL terkait lain dan Pemda untuk menyukseskan program co-firing.
*DLP