Dirjen EBTKE Sampaikan Update Energi Terbarukan Indonesia pada Forum US Power Working Group
JAKARTA - Direktur Jenderal EBTKE, Dadan Kusdiana hadir sebagai pembicara pada forum diskusi internasional, United States Power Working Group for Indonesia (PWG) bertema Oppurtunities In Renewable Energy, Including The Draft Of The New Predential Decree And The Omnibus Bill Impact On Renewable Energy Sector, secara virtual hari ini (27/1). PWG terdiri dari afiliasi yang longgar dari perusahaan AS dan Indonesia yang memiliki minat untuk mencari kemitraan yang akan mendukung pengembangan lebih lanjut dari sektor energi dan kekuasaan Indonesia. Kegiatan direncanakan dan dilaksanakan sepanjang tahun dan berbentuk lokakarya, misi perdagangan, peluang pelatihan dan acara perdagangan di AS, di Indonesia dan di kawasan Asia Tenggara. Forum ini merupakan implementasi Nota Kesepahaman antara Kementerian ESDM dengan Pemerintah Amerika Serikat sejak September 2015 lalu.
Dalam penjelasannya, Dirjen EBTKE menjelaskan update pengembangan energi baru, terbarukan dan konservasi energi yang telah dicapai di Indonesia dan beberapa program ke depan yang akan dilaksanakan.
"Saat ini kami sedang proses mempersiapkan pengembangan jangka panjang untuk sektor energi, begitu juga dengan kelistrikan dan sedang dalam tahap finalisasi RUPTL dengan PLN. Dan menurut saya RUPTL ini juga menjadi dokumen yang paling ditunggu-tunggu oleh pengembang karena didalamnya terdapat daftar potensi proyek terutama proyek kelistrikan untuk jangka sepuluh tahun ke depan. Saya pikir kami juga memiliki hubungan relasi yang baik dengan US terutama dalam pengembangan energi terbarukan", ujar Dadan.
Berdasarkan pencapaian energi terbarukan sejauh ini di tahun 2020, Indonesia masih berkomitmen mencapai target yang ditetapkan pada Paris Agreement 2015 lalu. Indonesia memiliki semua potensi energi terbarukan, seperti surya, air, angin, panas bumi dan bioenergi. Untuk Panas bumi, Dadan menyatakan total potensi panas bumi Indonesia lebih dari 400 GW dan implementasi sampai dengan 2020 mencapai 176 MW. Dan untuk pembangkit surya, ada tambahan 11 MW untuk panel surya atap. Untuk potensi angin dan hidro memiliki potensi yang sama, yaitu 150 GW.
Lebih lanjut, Dadan menguraikan bahwa sedang ada dua proyek yang sedang dalam proses mempersiapkan perluasan untuk pembangkit listrik tenaga angin. Untuk bioenergy, Indonesia juga memiliki banyak energi potensial dan dalam implementasinya juga cukup besar, hampir 2 GW, yang penggunaanya lebih banyak dari sektor kelapa sawit.
"Kami berada pada posisi kedua setelah US dalam hal pemanfaatan panas bumi, juga menjadi negara terbesar dalam pemanfaatan Biofuel, dengan kapasitas 12 juta KL. Tahun ini saya ingin meningkatkan kapasitas penggunaan menjadi 9.2 %. Kami juga sedang dalam diskusi dengan US mengenai bagaimana menambah perusahaan sehingga kami bisa memiliki lebih banyak biofuel dan US bisa memiliki lebih banyak bioetanol. Saya pikir ini adalah ide yang menguntungkan bagi kedua negara", kata Dadan.
Untuk pencapaian energi terbarukan pada bauran energi nasional dari tahun 2015 hingga tahun 2020, telah mencapai 11.5 %. Ini hanya setengah dari target capaian di tahun 2025, namun jika dilihat dari bagaimana peningkatannya dari tahun 2015 ini dua kali lipat persentasinya. Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) adalah acuan untuk meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan terutama dalam kelistrikan. Pengembangan energi baru dan energi terbarukan (EBT) memadukan dari segala potensi, kapasitas, juga dari sisi keekonomian. Dalam lima tahun kedepan, Indonesia akan memiliki total sekitar 9 GW dari energi terbarukan dari pembangkit listrik hybrid, angin, hidro, panas bumi, dan bioenergi. Indonesia ambisius untuk mencapai target EBT di 2025 dan target penurunan emisi gas rumah kaca di tahun 2030.
"Tahun lalu, capaian investasi hanya mencapai 70% dari total investasi energi terbarukan. Menurut saya angkanya sudah cukup menjanjikan. Walaupaun konsumsi energi nasional kontradiksi namun kami tetap berkomitmen untuk tetap mencapai target", pungkas Dadan.
Kerja Sama Indonesia dan Amerika Serikat bidang EBTKE
U.S. Power Working Group for Indonesia (PWG) berdiri pada tanggal 2 September 2015 berdasarkan Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) yang ditandatangani oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia Sudirman Said dan Duta Besar Robert Blake. Struktur PWG agak informal, terdiri dari afiliasi yang longgar dari perusahaan Amerika Serikat (AS) dan Indonesia yang memiliki minat untuk mencari kemitraan yang akan mendukung pengembangan lebih lanjut dari sektor energi Indonesia. MoU berdirinya US Power Working Group untuk Indonesia tidak memiliki tanggal kedaluwarsa. Inisiatif pembuatan MoU awalnya fokus pada rencana Indonesia untuk penambahan pembangkit 35 GW dengan kontribusi yang signifikan dari energi terbarukan.
MoU kerja sama bidang energi antara Indonesia dengan AS yang berlaku sampai dengan Oktober 2020 telah diperpanjang selama 5 tahun hingga 27 Oktober 2025. MoU ini memuat kerjasama sebagai berikut:
o Penelitian mengenai Carbon Capture Storage/CCS;
o Penelitian mengenai Strategic Petroleum Reserves/SPR;
o Pengembangan dan penggunaan energi terbarukan, terutama untuk lokasi-lokasi on-grid dan off-grid di daerah terpencil, dan integrasi ke jaringan listrik dari sumber energi terbarukan; o Inisiatif efisiensi energi, antara lain pada industri, peralatan listrik rumah tangga, dan teknologi smart grid;
o Pembentukan Center of Execellence untuk energi terbarukan yang berlokasi di Bali;
o Bidang kerja sama lain yang disepakati bersama.
Kerjasama the U.S Power Working Group for Indonesia sejak tahun 2015, merupakan upaya perusahaan Amerika untuk membantu Indonesia mencapai target pembangunan pembangkit listrik, dimana saat ini PWG terdiri dari 42 perusahaan.
Kedutaan Besar AS pada 28 Desember 2020 menyampaikan peluang kerja sama dengan ERGI (Energy Resource Governance Initiative), yang merupakan inisiatif dari U.S Department of State, Bureau of Energy Resources untuk mempromosikan isu pertambangan maupun rantai pasok sumber daya mineral AS. ERGI memiliki tiga tujuan strategis, yaitu melibatkan negara-negara yang memiliki sumber daya mineral tinggi untuk bertanggung jawab sebagai energy minerals governance, mengingat kebutuhan akan critical minerals dapat meningkat hingga 1000% pada tahun 2050; mendukung ketahanan rantai pasok (diversifikasi rantai pasok, memfasilitasi hubungan perdagangan dan industri); serta memenuhi kebutuhan teknologi energi bersih (mendukung lembaga pembiayaan agar mendukung proyek responsible and sustainable mining).
Pemerintah AS melalui USAID telah menyelesaikan Indonesian Clean Energy Development Program II dengan total nilai hibah sebesar USD17,160,712.92. Kerja sama ini terfokus pada dukungan pengembangan energi terbarukan, termasuk integrasi EBT ke jaringan PLN. Setelah program ini berakhir pada Desember 2020, USAID akan meluncurkan program kerja sama Sustainable Energy for Indonesia's Advancing Resilience (SINAR) yang terfokus pada energi bersih (EBT dan gas) dan penekanan pada integrasi EBT ke jaringan. (DLP)