Ini Penyebab Terjadinya Penurunan Tanah di Pesisir Utara Jawa Tengah

Wednesday, 2 December 2020 - Dibaca 2981 kali

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

REPUBLIK INDONESIA

SIARAN PERS

NOMOR: 378.Pers/04/SJI/2020

Tanggal: 2 Desember 2020

Ini Penyebab Terjadinya Penurunan Tanah di Pesisir Utara Jawa Tengah

Masyarakat Jawa Tengah harus mulai beradaptasi dan mengantisipasi terjadinya penurunan muka tanah yang terus berlangsung di wilayah pesisir utara. Kajian Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan (PATGL) Badan Geologi Kementerian ESDM mengungkapkan sejumlah wilayah tersebut terjadi penurunan antara 6 - 10 sentimeter (cm) per tahunnya.

Kepala PATGL Andiani menguraikan, fenomena penurunan muka tanah ini dimonitoring secara komperhensif pada tahun 2020. "Kami melihat amblesan yang terjadi di sejumlah daerah, meskipun kami belum melakukan kajian dari segi tingkat keparahan," kata Andiani di Semarang, Selasa (1/11).

Berdasarkan hasil monitoring, sambung Andiani, penurunan tanah di wilayah Semarang bisa mencapai lebih dari 10 cm per tahun. Sementara untuk wilayah Pekalongan sejak pemantauan bulan Mei 2020 sekitar 0,5 cm per bulan. Besaran ini sama dengan hasil pemantauan yang terjadi di Kendal di 2016.

xc-IMG-20201202-WA0018.jpg.pagespeed.ic.

Andiani mengungkapkan, sebagian besar wilayah yang ambles terjadi pada daerah pertanian dan tambak. "Kami melihat amblesan yang terjadi pada daerah-daerah yang memang belum terbangun (infrastruktur). Seperti di Kendal baru akan dibangun Kawasan Ekonomi Khusus. Demikian juga untuk daerah Pekalongan, di sana daerah pintura-nya lebih banyak daerah pemukiman, tambak dan pertanian yang sudah terendam. Demak juga sama," jelasnya.

Salah satu penyebab utama dari hasil analisa PATGL adalah dominasi tanah liat (lempung) dalam struktur kegeologian. "Selama ini orang mengira pengambilan air tanah menyebabkan air tanah menurun. Kemudian kami melihat sebaran lempung lebih dominan. Tanah lempung ini memberikan kontribusi terhadap penurunan, karena tanah lempung ini masih berusia muda masih melakukan pemadatan," tegas Andiani.

Bukti ini didukung kuat dengan temuan di lapangan. Daerah Batang yang tidak ada endapan lempung tidak mengalami penurunan tanah. "Paling tidak data teknis itu yang menjadi keyakinan kami bahwa lempung inilah sebagai penyebab utama terjadi penurunan tanah," jelas Andiani.

Namun, Andiani menyebut bahwa pengambilan air tanah bisa menjadi salah satu pemicu muka tanah menurun lebih cepat. "Dari hasil pemantauan aktiver tertekan lebih dari 70 meter, kami melihat kedudukan muka air tanah masih terlihat di atas top activer. Artinya, pengambilan air tanah menyebabkan penurunan muka air tanah, tapi ini belum bisa dibuktikan secara ilmiah," ungkapnya.

Rekomendasi Badan Geologi

Dari hasil kajian tersebut, Kementerian ESDM melalui Badan Geologi memberikan sejumlah rekomendasi untuk mencegah dan upaya melakukan adaptasi, baik struktural maupun non-struktural. Upaya tersebut antara lain pembuatan tanggul raksasa untuk mencegah rob meluas, pengeringan hingga penanaman mangrove di daerah-daerah yang rawan untuk menahan limpasan air laut.

c-IMG-20201202-WA0016.jpg

"Kami merekomendasikan apabila daerah itu sudah tergenang rob secara permanen, ini bisa saja dilakukan pengeringan, tentu saja dilakukan monitoring terhadap amblesan. Artinya, ini disesuaikan atau diselaraskan," jelas Andiani.

Dari pantauan langsung tim www.esdm.go.id di lapangan, sejumlah masyarakat Kendal bisa beradaptasi dengan terus meninggikan bangunan rumah, membangun tanggul-tanggul, dan membangun model rumah panggung dari kayu. "Di (pesisir) Kendal, mereka menggunakan bangunan kayu. Ini salah satu adapastinya," imbuh Andiani.

Selain itu, antisipasi lain juga bisa dilakukan melalui pengendalian izin pengambilan air tanah. "Pembangunan fisik di wilayah seperti ini harus mempertimbangkan faktor geologi (amblesan). Kami berharap kawasan industri pada daerah-daerah ini tetep menggunakan air permukaan baru air tanah sesuai amanat Undang-Undang," tegas Andiani.

Apabila terpaksa menggunakan air tanah, tegas Andiani, harus segara dikendalikan. Artinya, pengambilan dilakukan oleh pengelola kawasan industri dan kemudian pengelola mendistribusikan ke industri-industri yang ada di wilayah tersebut. "Ini adalah satu cara untuk mengurangi air tanah di masa depan dan juga untuk menjamin keberlngsungan air tanah hingga 30-50 tahun ke depan," tandasnya. (NA)


Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama

Agung Pribadi (08112213555)

Share This!