Revisi PP No 79 Tahun 2010, Ciptakan Iklim Investasi yang Lebih Kompetitif

Friday, 23 September 2016 - Dibaca 1095 kali

JAKARTA - Pemerintah memandang perlu untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 Tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi karena selama periode 2011-2014, terjadi trend penurunan jumlah wilayah kerja yang diminati oleh investor walaupun dalam periode itu harga minyak rata-rata bertahan pada angka di atas US$100/bbl. Selain kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas juga cenderung mengalami penurunan yang disebabkan oleh ketidakpastian memperoleh kembali modal yang sudah dibelanjakan pada masa eksplorasi tersebut.

Selain alasan tersebut diatas, Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan, posisi Indonesia didalam kegiatan eksplorasi minyak dari sisi efisiensi, dari sisi jumlah sumur dan dari sisi biaya untuk melakukan eksplorasi Indonesia masih dalam posisi yang kurang kompetitif. "Bahkan pada saat harga minyak sangat tinggi produksi minyak di Indonesia tidak meningkat, jadi ada sesuatu yang menimbulkan pertanyaan mengenai kebijakan dari sisi insentif maupun bagaimana pemerintah memperlakukan kegiatan eksplorasi di industry hulu migas ini," ujar Sri Mulyani dalam konferensi Pers Revisi PP 79 Tahun 2010 di Kementerian Keuangan hari ini, Jumat (23/9).

Pemerintah lanjut Sri Mulayani, bersama-sama telah melakukan beberapa kajian mengenai PP nomor 79 Tahun 2010 dan tujuannya adalah sangat jelas adalah bagaimana Indonesia menciptakan suatu lingkungan yang kompetitif seperti yang disampaikan Bapak Presiden Republik Indonesia di berbagai kesempatan. Revisi PP ini bertujuan untuk meningkatkan investasi migas yang bisa menggunakan sumber daya secara baik, secara efisien dan secara adil dan ini yang perlu di formulasikan dalam revisi PP 79 tahun 2010.

Dari berbagai situasi yang kita lihat dari tahun 2007 sampai dengan sekarang factor-faktor penurunan dari kegiatan hulu ini tercermin dari jumlah produksi minyak mentah Indonesia yang menurun, bahkan pada tahun 2016 ini dari 800.000 barel per hari menjadi 480.000 barrel per hari pada tahun 2020.

Kondisi tersebut menurut Sri Mulyani, apabila tidak dilakukan kebijakan didalam meng-address isu di hulunya artinya penurunan itu sudah pasti terjadi tidak hanya factor sumurnya yang tua akan tetapi tidak adanya kegiatan eksplorasi yang baru yang menyebabkan kemungkinan munculnya kemungkinan terjadi produksi minyak mentah Indonesia. "Perbaikan iklim investasi disektor hulu ini menjadi sesuatu yang sangat urgent," tegas Sri Mulyani.

Plt Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, Pemerintahan sekarang ingin membuat lebih banyak efisiensi-efisiensi disegala bidang sehingga menarik investor. "Dengan IRR 15,16% itu tentu akan membuat investor tertarik menanamkan investasinya di Indonesia," ujar Luhut.

Luhut menjelaskan, Pemerintah akan melakukan studi seismic yang diharapakan akan berjalan tahun depan yang akan disiapkan oleh Prof Wirat sehingga dengan demikian kita akan bisa melihat potensi-potensi minyak dan gas kita lebih banyak. Karena kita masih yakin potensi migas kita masih berkisar 100 milyar barel dan kita berharap jika nanti kita akan mendapatkan data-data lebih bagus itu akan lebih memudahkan kita untuk menawarkan kepad investor-investor. (SF)

Share This!