PP No. 1 Tahun 2017 Tidak Bertentangan Dengan Undang-Undang
Monday, 6 February 2017 - Dibaca 2893 kali
JAKARTA - Pemerintah, melalui Direktur Jenderal Mineral Dan Batubara, Bambang Gatot Aryono menegaskan bahwa penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 Tentang 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara tidak melanggar peraturan perundangan-undangan yang ada sebelumnya. Menurut Dirjen, PP Nomor 1 Tahun 2017 tersebut justru menegaskan batas waktu pembangunan smelter. Senin (6/7).
"PP Nomor 1 Tahun 2017 tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Kenapa saya katakan demikian Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 itu di pasal 103 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3 itu dinyatakan IUP dan IUPK itu wajib melakukan pengolahan dan pemurnian, tetapi waktunya ditetapkan tidak di Undang-Undang itu, waktunya ditetapkan di PP Nomor 23 yang mana dinyatakan yang dinyatkan sampai Januari tahun 2014,"ujar Bambang.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Mineral Dan Batubara pasal 103 mencantumkan dengan tegas batasan waktu pembangunan smelter untuk kontrak karya. "Kalau Kontrak Karya iya, dinyatakan di Undang-Undang pasal 170 menyebutkan Kontrak Karya harus melakukan pemurnian dan ditetapkan lima tahun setelah Undang- Undang diterbitkan," jelas Bambang.
Bambang menjelaskan kenapa IUP dan IUPK di Undang-Undang tersebut tidak mencantumkan batas waktu pembangunan smelter namun dicantumkan di Peraturan Pemerintah, karena pemerintah berprinsip bahwa pembangunan smelter itu tidak mudah dan return of investment-nya lambat. "Pembangunan smelter itu tidak mudah dan memerlukan investasi yang mahal, selain itu return of investmen-nya juga sangat kecil dan lambat, oleh karena itu bisnis langsung tidak menarik karena kalau menarik pastilah semua orang akan datang untuk membuat smelter,"pungkas Bambang.
Pemerintah tidak memasukkan batas waktu pembangunan di Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 di pasal 103 namun dicantumkan di PP 23, pemerintah beralasan karena pembangunan smelter itu harus dievaluasi setiap lima tahun berhasil apa tidak. Berdasarkan evaluasi di lapangan saat ini baru terbangun satu smelter untuk bauksit dan untuk satu tembaga. Sehingga atas dasar evaluasi kondisi lapangan itu tersebut dan dimana pemerintah tetap menginginkan hilirisasi maka waktu di PP-nya yang digeser dengan memberi tambahan waktu hingga lima tahun mendatang. "Jadi sekarang, Kontrak Karya kalau mau ekspor jadilah IUPK," tutup Bambang. (SF)
"PP Nomor 1 Tahun 2017 tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Kenapa saya katakan demikian Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 itu di pasal 103 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3 itu dinyatakan IUP dan IUPK itu wajib melakukan pengolahan dan pemurnian, tetapi waktunya ditetapkan tidak di Undang-Undang itu, waktunya ditetapkan di PP Nomor 23 yang mana dinyatakan yang dinyatkan sampai Januari tahun 2014,"ujar Bambang.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Mineral Dan Batubara pasal 103 mencantumkan dengan tegas batasan waktu pembangunan smelter untuk kontrak karya. "Kalau Kontrak Karya iya, dinyatakan di Undang-Undang pasal 170 menyebutkan Kontrak Karya harus melakukan pemurnian dan ditetapkan lima tahun setelah Undang- Undang diterbitkan," jelas Bambang.
Bambang menjelaskan kenapa IUP dan IUPK di Undang-Undang tersebut tidak mencantumkan batas waktu pembangunan smelter namun dicantumkan di Peraturan Pemerintah, karena pemerintah berprinsip bahwa pembangunan smelter itu tidak mudah dan return of investment-nya lambat. "Pembangunan smelter itu tidak mudah dan memerlukan investasi yang mahal, selain itu return of investmen-nya juga sangat kecil dan lambat, oleh karena itu bisnis langsung tidak menarik karena kalau menarik pastilah semua orang akan datang untuk membuat smelter,"pungkas Bambang.
Pemerintah tidak memasukkan batas waktu pembangunan di Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 di pasal 103 namun dicantumkan di PP 23, pemerintah beralasan karena pembangunan smelter itu harus dievaluasi setiap lima tahun berhasil apa tidak. Berdasarkan evaluasi di lapangan saat ini baru terbangun satu smelter untuk bauksit dan untuk satu tembaga. Sehingga atas dasar evaluasi kondisi lapangan itu tersebut dan dimana pemerintah tetap menginginkan hilirisasi maka waktu di PP-nya yang digeser dengan memberi tambahan waktu hingga lima tahun mendatang. "Jadi sekarang, Kontrak Karya kalau mau ekspor jadilah IUPK," tutup Bambang. (SF)
Share This!