Menuju Era Industri, Indonesia Tidak Lagi Mengandalkan Sumber Daya Alam Semata

Wednesday, 30 March 2016 - Dibaca 2399 kali

JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said kembali menegaskan bahwa energi adalah modal pembangunan. Namun, di tahun 2045, Indonesia tidak hanya mengandalkan sumber daya alam (SDA) semata, tetapi oleh industri yang memiliki nilai tambah dari pengelolaan SDA tersebut.

Keragaman SDA yang dimiliki bangsa Indonesia menjadi kekuatan yang besar yang tidak dimiliki bangsa lain di dunia. Hal itu dapat terwujud jika reformasi birokrasi, penegakkan hukum dan pemberantasan korupsi konsisten dilaksanakan.

"Tahun 2045 mendatang, Indonesia akan beralih dari pola pertumbuhan yang digerakkan oleh sumber daya serta bergantung pada modal dan tenaga kerja, menjadi pola pertumbuhan yang berbasis produktivitas tinggi serta inovasi. Indonesia tidak lagi bertopang kepada sumber daya alam semata, tetapi oleh industri yang bernilai tambah. Untuk itu perlu sumber daya manusia yang unggul dan kreatif serta dukungan teknologi," ujar Sudirman Said saat menjadi pembicara kunci pada Seminar Digital Diplomacy-New Wealth of Nation yang bertajuk Optimizing Indonesia's Energy Resources Using Digital Technology, di Jakarta, Rabu (30/3).

Sudirman menerangkan bahwa kunci untuk mencapai target diatas adalah:

  1. Pertumbuhan yang lebih merata di seluruh wilayah Indonesia;
  2. Infrastruktur dan konektivitas yang mendukung pertumbuhan;
  3. Inovasi dan teknologi dalam mendorong pemanfaatan sumber daya;
  4. Kualitas sumber daya manusia yang handal untuk bersaing secara global;
  5. Ketahanan pangan dan energi.
Jika syarat tersebut dilaksanakan dengan baik, maka dengan Gross domestic product (GDP) senilai 12,210 milyar US$, di tahun 2045 Indonesia akan berada diperingkat 4 dunia. Selain itu, Indonesia juga akan menjadi pusat perekonomian regional dan dunia dengan infrastruktur yang menjangkau seluruh pelosok negeri. Seluruh rakyat Indonesia memiliki akses listrik dan berbasis energi bersih. "Pemenuhan listrik bagi rakyat adalah sebuah movement (gerakan). Karena listrik adalah jendela peradaban", ujar sudirman.

Selanjutnya, poin utama lainnya yang disampaikan oleh Sudirman adalah pentingnya peran teknologi sebagai leverage (pengungkit) untuk memecahkan masalah di bidang energi. Sebagai contoh, misi inovasi yang dicanangkan pada Conference of the Parties (COP) ke-21 di Paris tahun 2015 lalu menegaskan pentingnya terobosan pemanfaatan teknologi untuk mempercepat penyebarluasan inovasi energi bersih sebagai upaya penting penanganan perubahan iklim. "Tidak ada negara yang dapat memecahkan masalah energinya sendiri. Indonesia bergabung dalam misi inovasi tersebut dengan komitmen meningkatkan anggaran dua kali lipat untuk pengembangan energi terbarukan. Bergabungnya Indonesia dalam misi inovasi itu memberikan berbagai kemudahan untuk mendapatkan akses terhadap teknologi energi bersih dari negara maju", ungkap Sudirman.

Sudirman juga menjelaskan bahwa harus ada political will dan pembangunan industri yang masif dalam pengembangan energi terbarukan. Indonesia tidak akan mundur dari pengembangan energi terbarukan. "Negara yang kaya akan minyak, seperti Qatar, harga listrik dari energi terbarukannya bisa mencapai 4 sen per kilowatt hour (kWh), sementara Indonesia masih 25 sen per kWh. Indonesia akan mengejar Qatar," imbuh Sudirman.

Acara yang dihadiri para calon diplomat Indonesia ini bertujuan agar peserta memiliki pemahaman yang komprehensif terhadap kebijakan, situasi saat ini dan kecenderungan ke depan tentang energi di Indonesia, sehingga dapat menjadi duta energi Indonesia yang mumpuni. Hal ini sejalan dengan proyeksi ekonomi global yang akan lebih kompetitif di bidang ketahanan pangan dan energi. (RZ)

Share This!