Menteri ESDM Ziarahi Makam Arie Frederick Lasut

Saturday, 26 September 2015 - Dibaca 1563 kali

YOGYAKARTA - Dalam rangka memperingati HUT Pertambangan Dan Energi ke-70, Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said beserta jajaran Pejabat Eselon I dan II di lingkungan Kementerian ESDM melakukan tabur bunga di makam Arie Frederick Lasut seorang Pahlawan Kemerdekaan yang berkontribusi besar terhadap dunia pertambangan yang berada di Taman Pemakaman Umum (TPU) Sasanalaya, Yogyakarta. Sabtu (26/9).

Mengawali acara ziarah, dibacakan riwayat hidup A.R.Lasut oleh Kepala Pusat Sumber Daya Air Tanah Dan Geologi Lingkungan, Rudi Suhendar. Dilanjutkan dengan mengheningkan cipta yang dipimpin langsung oleh Menteri ESDM.

Dalam sambutannya Menteri ESDM, Sudirman Said menyatakan hormat yang sebesar-besarnya atas keridhoan dan keikhlasan juga pengorbanan A.F. Lasut dalam mengabdi kepada perjuangan demi kejayaan nusa dan bangsa . "Kami bersumpah dan berjanji perjuangan para pahlawan adalah perjuangan kami juga, dan jalan kebaktian yang ditempuh adalah jalan kami juga," ujar Sudirman Said sesaat sebelum meletakkan karangan bunga di makam A.F. Lasut. Sabtu (26/9).


"Kami berdoa agar arwah para pahlawan diterima oleh Tuhan Yang Maha Esa dan ditempatkan pada tempat yang sebaik-baiknya," lanjut Sudirman.

Usai berdoa, Menteri ESDM beserta Keluarga Besar A.F. Lasut yang hadir meletakkan karangan bunga dan menaburkan bunga di makam A.F.Lasut dan istrinya, Nieke Maramis.

Siapa Arie Frederick Lasut ?

Arie Frederick Lasut lahir di Kapataran, Lembean Timur, Minahasa, 6 Juli 1918, mulai sekolah di Hollands Inlandsche School (HIS) di Tondano. Ia kemudian mendapat kesempatan untuk sekolah guru di Hollands Inlandsche Kweekschool (HIK) di Ambon, karena keberhasilannya menjadi juara dalam kelasnya. Pada tahun 1933 Arie lulus dari HIK Ambon dan termasuk salah satu siswa yang terpilih untuk melanjutkan sekolah ke HIK Bandung. Namun hanya setahun di Bandung, Lasut berkeputusan untuk tidak menjadi guru dan pindah ke Jakarta untuk mengikuti pelajaran di Algemene Middelbare School (AMS). Pada tahun 1937 Lasut lulus dari AMS dan sekolah kedokteran di Geneeskundige Hooge School yang sekarang adalah Fakultas Kedokteran di Universitas Indonesia. Arie F. Lasut terpaksa harus berhenti dari sekolah ini karena kesulitan dana. Pada tahun 1938 Arie mulai bekerja di Departement van Ekonomische Zaken (Departemen Urusan Ekonomi).

Setahun kemudian Arie masuk Techniche Hoogeschool te Bandung (Sekolah Teknik Bandung) yang sekarang adalah Institut Teknologi Bandung. Sewaktu di sekolah teknik di Bandung Arie pernah mendapat latihan untuk menjadi Corps Reserve Officer untuk membantu Belanda melawan Jepang dan pernah ikut serta dalam perang melawan Jepang di Ciater di Jawa Barat. Di sekolah ini studinya harus berhenti lagi karena kesulitan dana, Ia kemudian mendaftar dan berhasil mendapat beasiswa dari Dienst van den Mijnbouw (Jawatan Pertambangan) untuk menjadi asisten geologi.

Ketika Jepang menguasai Indonesia Dienst van den Mijnbouw oleh Jepang diganti nama menjadi Chishitsu chosacho ( Jawatan pertambangan dibawah pemerintahan Jepang), Arie bersama dengan Sunu Sumosusastro termasuk beberapa orang Indonesia yang diberi posisi dalam jawatan tersebut oleh Jepang.

Pada bulan September 1945, Presiden menginstruksikan untuk mengambilalih instansi-instansi pemerintahan dari Jepang. Arie dan kawan-kawan terlibat dalam perjuangan pengambilalihan kantor pusat Chishitsu chosacho di Bandung dan lokasi pertambangan yang tersebar di daerah-daerah, yang diikuti dengan pembentukan Pusat Djawatan Tambang dan Geologi (PDTG).

Sebagai pejuang yang gigih, Arie bersama rekan sejawatnya mempertahankan Pusat Djawatan Tambang dan Geologi saat terjadi agresi militer Belanda. Desakan tentara Belanda membuat Arie dan kawan kawan mengungsi dengan membawa dokumen-dokumen pertambangan penting itu berpindah-pindah tempat dari kantor Pusat Djawatan Tambang dan Geologi (PDTG) di Rembrandt Straat (sekarang Jalan Diponegoro) ke Jalan Braga, ke Tasikmalaya, ke Magelang, hingga ke Yogyakarta.

Meskipun dalam suasana perang kemerdekaan tersebut Arie masih berkesempatan untuk membina kader dengan mendirikan sekolah di bidang pertambangan dan kegeologian yang dibantu oleh beberapa pegawai pada tahun 1946 di Magelang dan Yogyakarta serta membuka cabang kantor Pusat Djawatan di Bukittinggi, Sumatera.

Di sela-sela kesibukannya seperti itu, Arie masih sempat melakukan penyelidikan geologi di beberapa tempat. Kemampuannya sebagai geologiwan dalam kariernya telah ditunjukkan dari laporan-laporannya yang berturut-turut tahun 1941, 1943, 1944 dan 1945 dan 1948.

Selain usahanya di jawatan, Arie turut aktif dalam organisasi Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS) yang bertujuan untuk membela kemerdekaan Indonesia. Dia juga adalah anggota Komite Nasional Indonesia Pusat, awal mula dewan perwakilan di Indonesia. Arie banyak terlibat perundingan dengan Belanda mengenai pengakuan kedaulatan Republik Indonesia.

Arie terus diincar oleh Belanda karena pengetahuannya tentang pertambangan dan geologi di Indonesia, tetapi ia tidak pernah mau bekerjasama dengan mereka. Pada pagi hari tanggal 7 Mei 1949, bersamaan dengan diadakannya perjanjian Roem Royen, Lasut diambil oleh Belanda dari rumahnya di Yogyakarta dan dibawa ke Pakem, sekitar 7 kilometer di utara Yogyakarta, di sana ia ditembak mati. Beberapa bulan kemudian jenazahnya dipindahkan ke pekuburan Sasanalaya Jl. Ireda di Yogyakarta di samping isterinya yang telah lebih dulu meninggal pada bulan Desember 1947.

Arie menikah dengan Nieke Maramis pada tanggal 31 Desember 1941. Mereka dikaruniai satu anak perempuan, Winny Lasut.
Arie Frederik Lasut mendapat penghargaan Pahlawan Kemerdekaan Nasional oleh pemerintah Indonesia pada tanggal 20 Mei 1969 dengan keputusan presiden Republik Indonesia Nomor: 012/TK/1969 tanggal: 20 Mei 1969. (SF)

Share This!