Pemerintah Tawari Kanada Berinvestasi Migas di Indonesia

Tuesday, 23 May 2017 - Dibaca 3606 kali

Jakarta, Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan ketahanan energi nasional, antara lain dengan meningkatkan eksplorasi migas serta membangun infrastruktur yang membutuhkan investasi besar. Pemerintah serta pengusaha Kanada diundang untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Demikian benang merah paparan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I Gusti Nyoman Wiratmaja Puja pada acara Indonesia-Alberta Oil and Gas Seminar di Hotel Shangri La, Jakarta, Senin (22/5).

Mengawali paparannya, Wirat memperlihatkan kondisi Indonesia yang tampak terang di siang hari, sementara di malam hari, yang terlihat terang hanyalah Pulau Jawa dan Bali. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia tidak menyediakan energi yang cukup bagi wilayah lainnya dan oleh karena itu dibutuhkan banyak investasi untuk membangun energi di seluruh wilayah Indonesia.

Lebih lanjut Wirat memaparkan, di masa lalu, migas di Indonesia merupakan sumber penerimaan negara. Namun dalam perkembangannya, migas terutama menjadi penggerak ekonomi negara. Terkait hal tersebut, Pemerintah akan membangun infrastruktur di daerah yang memiliki atau dekat dengan sumber energi. Sebagai contoh, kilang akan dibangun di Kalimantan. Sedangkan di daerah Papua, akan dibangun industri petrokimia. "Ke depan kita akan membangun industri infrastruktur di mana sumbernya (berada). Jadi orang akan mengikuti energi, bukan energi yang mengikuti orang," ujar Wirat.

Kebutuhan minyak Indonesia yang tinggi, kata Wirat, tidak dibarengi oleh produksinya yang terus menunjukkan penurunan. Pada tahun 2025, konsumsi minyak Indonesia diproyeksikan 2,5 juta barel per hari. Sementara produksinya di tahun tersebut hanya sekitar 300.000 hingga 400.000 barel per hari sehingga diperlukan impor hampir 2 juta barel per hari.

174d5c581e4444da4b7110e99b788802.jpg

Indonesia juga perlu mengimpor LPG di mana 65% dari kebutuhan saat ini disuplai dari luar negeri. "Jika Kanada memiliki LPG untuk diekspor ke Indonesia, kami sangat senang berdiskusi. Tentu dengan harga yang kompetitif dan juga bagus. Jika Anda bisa memberi kami diskon besar, diskon 25%, kami akan impor dari Kanada," tambahnya.

Dalam kesempatan itu, Wirat juga menawarkan peluang bisnis lain bagi pengusaha Kanada yaitu pembangunan tangki penyimpanan BBM serta LPG, terutama untuk wilayah timur Indonesia. Dikatakan, Indonesia setidaknya membutuhkan kurang lebih empat lokasi untuk tangki penyimpanan tersebut. Saat ini, infrastruktur gas terutama berlokasi di Pulau Jawa, Kalimantan Timur dan Sumatera.

Peluang lainnya adalah pembangunan kilang minyak mini yang investasinya sekitar US$ 100-200 juta. Pemerintah telah membagi 8 klaster yang potensial untuk dibangun kilang minyak mini tersebut, seperti di Sumatera Utara, Selat Panjang Malaka, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, dan Maluku.

Tak hanya itu, Indonesia juga akan membangun lumbung cadangan penyangga minyak yang aturannya diharapkan rampung dalam beberapa bulan ke depan. Saat ini, Indonesia tidak memiliki cadangan penyangga, yang ada hanyalah cadangan operasional badan usaha. Padahal negara-negara lainnya seperti Jepang, memiliki cadangan penyangga hampir 6 bulan dan Vietnam mendekati 50 hari. "Indonesia saat ini tidak memiliki cadangan penyangga. Jadi kita butuh investasi dari seluruh pelaku usaha untuk membangun tangki penyimpanan di Indonesia sehingga kita bisa memperbaiki cadangan penyangga kita," imbuh Wirat.

Di sisi hulu, Pemerintah Indonesia terus berupaya meningkatkan produksi migas dengan menggejot eksplorasi dan melalui EOR. Terkait EOR ini, Pemerintah mengharapkan dapat bekerja sama dengan Kanada yang memiliki teknologi canggih. "Kanada memiliki teknologi di masa depan, dan semoga kita bisa bekerja sama dan menerapkannya dalam teknologi EOR sehingga kita bisa meningkatkan produksi minyak di Indonesia," tambah Dirjen Migas.

Pemerintah juga telah menetapkan skema bagi hasil gross split yang lebih efisien dan efektif. Selain itu, telah dilakukan juga penyederhanaan perizinan migas yang semula 104 izin menjadi 6 izin saja.

Hal lainnya adalah aturan mengenai keterbukaan data yang aturannya juga akan ditetapkan dalam waktu dekat. Indonesia ingin seperti Meksiko yang setelah melakukan pembukaan data, investasi hulunya menjadi sangat atraktif. (DK)