Era Baru Pengembangan Panas Bumi: Pemerintah Terbitkan Peraturan Baru

Tuesday, 18 April 2017 - Dibaca 2500 kali

BANDUNG -- Pemerintah telah menerbitkan peraturan baru bidang panas bumi yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Panas Bumi Untuk Pemanfaatan Tidak Langsung sebagai peraturan pelaksana Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2014, serta 2 (dua) Peraturan Menteri (Permen) ESDM yaitu Permen Nomor 21 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Limbah Lumpur Bor dan Serbuk Bor Pada Pengeboran Panas Bumi, dan Permen ESDM Nomor 23 Tahun 2017 tentang Rekonsiliasi, Penyetoran dan Pelaporan Bonus Produksi Panas Bumi.

PP No 7 Tahun 2017 mengatur pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan tidak langsung untuk menghasilkan listrik. Di dalam PP ini diatur mulai dari wilayah kerja, penawaran wilayah kerja, kegiatan pengusahaan panas bumi, hak dan kewajiban pemegang IPB, usaha penunjang panas bumi, dan harga energi panas bumi.

Perbedaan mendasar pada proses pengusahaan panas bumi setelah terbitnya PP No 7 Tahun 2017 adalah penentuan harga dilakukan setelah cadangan panas bumi terkonfirmasi melalui proses pengeboran eksplorasi yang kemudian baru dilakukan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) dilakukan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN persero).

Sementara Permen ESDM No 21 Tahun 2017 mengatur tentang mekanisme pengelolaan limbah lumpur bor dan serbuk bor yang dimulai dari terbentuknya timbulan, pengangkutan, penampungan sementara, pemanfaatan dan/atau penimbunan. Selain penggunaan bahan dasar dan bahan aditif yang ramah lingkungan, pengelolaan limbah lumpur bor dan serbuk bor yang sesuai akan mencegah, menanggulangi, dan memulihkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan. Kegiatan pengelolaan limbah lumpur bor dan serbuk bor diakhiri dengan penataan, pemulihan, dan perbaikan kualitas lingkungan dan ekosistem sesuai peruntukannya.

Badan Usaha mempunyai kewajiban untuk menyampaikan rencana pengelolaan limbah lumpur bor dan serbuk bor kepada Direktorat Jenderal EBTKE sebelum melakukan pengeboran.

Sedangkan Permen ESDM No 23 Tahun 2017 sebagai amanat PP No 28 Tahun 2016 tentang kewajiban Pemegang Izin Panas Bumi (IPB), pemegang kuasa, pemegang kontrak operasi bersama, dan pemegang izin pengusahaan panas bumi untuk memberikan Bonus Produksi kepada pemerintah daerah penghasil mengatur mekanisme rekonsiliasi, penyetoran, dan pelaporan bonus produksi panas bumi. Berdasarkan Permen ESDM ini, bonus produksi dikenakan sebesar 1 persen (satu persen) dari pendapatan kotor penjualan uap panas bumi sedangkan untuk penjualan listrik dikenakan sebesar 0,5 persen (nol koma lima persen) dari pendapatan kotor. Untuk pemegang izin panas bumi penghitungan dilakukan secara tahunan, sementara pemegang kuasa pengusahaan sumber daya panas bumi, pemegang kontrak operasi bersama pengusahaan sumber daya panas bumi dan pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi perhitungan bonus produksi dilakukan secara triwulanan.

Sebelum dilakukan penetapan bonus produksi, terlebih dahulu dilakukan rekonsiliasi untuk menghitung presentase Daerah Penghasil berdasarkan parameter dan bobot penilaian, dan hasilnya ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri ESDM c.q. Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE). Terbitnya Permen ESDM ini sebagai upaya meningkatkan pendapatan daerah penghasil panas bumi untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, yang pada akhirnya, masyarakat setempat khususnya yang berada di sekitar lokasi proyek dapat bersama-sama menjaga kelangsungan produksi panas bumi.

Sebelumnya, Pemerintah juga telah menerbitkan Permen ESDM No 44 Tahun 2016 yang mengatur tentang mekanisme penempatan dan pencairan komitmen eksplorasi dimana komitmen eksplorasi merupakan kewajiban pemenang lelang yang harus dipenuhi sebelum terbit Izin Panas Bumi (IPB). Permen ini merupakan salah satu bentuk usaha Pemerintah untuk menjamin pelaksanaan pengeboran eksplorasi.

Besaran komitmen eksplorasi disesuaikan dengan dokumen penawaran pada saat lelang dengan ketentuan paling sedikit sebesar US$ 10.000.000 untuk pengembangan kapastitas PLTP lebih dari atau sama dengan 10 MW; atau US$ 5.000.000 untuk kapasitas PLTP kurang dari 10 MW. Komitmen Eksplorasi ini ditempatkan dalam bentuk Rekening Bersama di Bank BUMN dan mekanisme pembukaan rekening bersama mengikuti Peraturan Menteri Keuangan No 252/PMK.05/2014 tentang Rekening Milik Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja.

Dalam pelaksanaan eksplorasi, jika pemegang IPB dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak terbitnya IPB tidak melakukan pengeboran paling sedikit 1 (satu) sumur eksplorasi, maka akan dikenai sanksi pemotongan 5 persen dari keseluruhan komitmen eksplorasi.

Peraturan-peraturan tersebut diharapkan dapat memberikan kejelasan bagi seluruh stakeholder dan shareholder dalam melaksanakan pengembangan pemanfaatan panas bumi yang optimal, efisien, dan affordable untuk mencapai tujuan utama pengembangan energi yaitu kesejahteraan rakyat. (RWS)