Berikan Kejelasan Business Process, Kementerian ESDM Sosialisasikan Permen WKP
JAKARTA, Direktorat Panas Bumi, Direktorat Jenderal EBTKE mengadakan sosialisasi Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2017 tentang Wilayah Kerja Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak langsung. Peraturan Menteri ini ditujukan untuk mendukung program percepatan pembangkit listrik 35.000 MW dan crash program 10.000 MW tahap II hari Rabu, 12 Juli 2017.
Menurut Rida Mulyana selaku Direktur Jenderal EBTKE pada acara Sosialisasi Peraturan Menteri ESDM No. 36 dan No. 37 Tahun 2017, ada beberapa upaya terobosan yang belum diterapkan oleh Pemerintah, tetapi dapat menjadi opsi percepatan pengembangan panas bumi untuk menutup atau setidaknya memperkecil gap.
Untuk kepastian business process, pemerintah telah dan terus berupaya untuk memberikan pelayanan terbaik, diantaranya dengan menggalakkan melalui 4 (empat) pilar percepatan pengembangan energi baru terbarukan yaitu business process, finansial, sumber daya manusia, dan teknologi yang dianggap perlu untuk mendukung peningkatan penyediaan listrik nasional untuk energi berkeadilan khususnya di bidang energi panas bumi. Pemerintah pula tetap terus berupaya untuk membuat kebijakan yang dapat mendukung dan menciptakan iklim yang kondusif bagi investasi di bidang panas bumi.
Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2017 tentang Wilayah Kerja Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak langsung diterbitkan sebagai salah satu upaya pemerintah dalam untuk mendukung kepastian business process di bidang Panas Bumi. Direktur Jenderal EBTKE, Rida Mulyana menyatakan, Peraturan Menteri ESDM No 37 Tahun 2017 ini berbeda dari peraturan sebelumnya yang hanya mengatur tentang penetapan Wilayah Kerja Panas Bumi. Sedangkan pada Peraturan Menteri ini telah mengakomodir pengaturan mengenai perencanaan, penyiapan, penetapan, penambahan data, perubahan, pembatalan , penggabungan dan pengembalian Wilayah Kerja.
Rida Mulyana menyampaikan bahwa Pemerintah dapat menugasi Badan Layanan Umum atau BUMN untuk melakukan penambahan data hingga pengeboran sumur eksplorasi pada pada Wilayah Kerja yang gagal lelang, IPB berakhir, dan/atau belum ada pemegang IPB sehingga dapat mempercepat pengusahaan Panas Bumi, dan diharapkan dapat mempercepat pengusahaan Panas Bumi. Direktur Panas Bumi menyampaikan bahwa penambahan data ini diharapkan dapat menambah informasi lebih detil terkait cadangan Panas Bumi pada Wilayah Kerja sehingga dapat menarik investor baru yang akan bekerja dengan BUMN atau Badan Usaha di bidang Panas Bumi.
Pada kesempatan terpisah, Direktur Panas Bumi juga menjelaskan, bahwa perubahan Wilayah Kerja dapat dilakukan pada Wilayah Kerja yang telah ada pemegang IPBnya. Pemegang IPB dapat mengajukan permohonan perubahan Wilayah Kerja sampai 3 kali selama masa IPB sehingga mempermudah pengembang dalam mengoptimalkan pengembangan Panas Bumi pada Wilayah Kerjanya.
Pemerintah dapat melakukan pembatalan Wilayah Kerja terhadap Wilayah Kerja yang gagal lelang untuk dilakukan penambahan data melalui survei pendahuluan, survei pendahuluan dan eksplorasi atau penugasan kepada Badan Usaha untuk melakukan PSPE.
Pada kesempatan ini, Yunus Saefulhak juga menyampaikan bahwa dalam Peraturan Menteri telah mengatur mekanisme pengembalian Wilayah Kerja oleh Badan Usaha kepada pemerintah, mulai dari pengembalian sebagian (relinquish) Wilayah Kerja hingga pengembalian seluruh Wilayah Kerja yang dapat dilakukan pada akhir kegiatan eksplorasi dan setelah 7 (tujuh) tahun Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi unit pertama beroperasi secara komersial. Adapun pengembalian seluruh Wilayah Kerja dapat dilakukan apabila pada daerah prospek Panas Bumi tidak ditemukan cadangan yang ekonomis, tidak layak untuk eksploitasi berdasarkan hasil kajian studi kelayakan, dan IPB berakhir.
Dalam sosialisasi tersebut disampaikan bahwa dengan telah diterbitkannya Permen ESDM Nomor 37 Tahun 2017 ini yang mengatur dengan lengkap mengenai Wilayah Kerja Panas Bumi, diharapkan dapat memberikan kepastian business process Panas Bumi dan menambah geliat investasi Panas Bumi. (BW)