Potensi CBM Indonesia Sekitar 450 TCF

Kamis, 13 September 2007 - Dibaca 11236 kali

'Program diversifikasi energi antara lain dengan mengembangan dan memanfaatkan CBM serta biofuel,' ujar Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Luluk Sumiarso saat memaparkan makalah bertema 'CBM dan Biofuel, Bahan Bakar Alternatif di Indonesia' pada Forum Energi Indonesia-Austria ke 1 di Wina, Austria.

Ke sebelas basin lokasi CBM itu adalah Sumatera Selatan (183 TCF), Barito (101,6 TCF), Kutei (89,4 TCF) dan Sumatera Tengah (52,5 TCF) untuk kategori high prospective. Basin Tarakan Utara (17,5 TCF), Berau (8,4 TCF), Ombilin (0,5 TCF), Pasir/Asam-Asam (3,0 TCF) dan Jatibarang (0,8) memiliki kategori modarate. Sedang basin Sulawesi (2,0 TCF) dan Bengkulu (3,6 TCF) berkategori low prospective.

'CBM merupakan gas methane yang terjebak pada tambang batubara. Potensi CBM di Indonesia memiliki keunggulan teknis untuk dikembangkan,' ujar Dirjen Migas Luluk Sumiarso, terutama berada di tempat yang dangkal (500 m-1500m dibawah permukaan). Dengan biaya pengeboran murah, karena tidak membutuhkan eksplorasi maupun infrastruktur khusus tetapi bisa menggunakan data dan infrastruktur migas yang sudah ada, sebagai keuntungan awal sebelum penambangan batubara serta lokasinya yang ada di daratan serta memiliki pasar yang bagus.

Dibandingkan gas alam, CBM memiliki periode produksi lebih lambat. Umumnya produksi terbesar atau puncak produksi terjadi pada periode tahun produksi ke 2 hingga ke 7. Sedang lama periode produksi pada kisaran 10 hingga 20 tahun. Lebih pendek dibandingkan dengan gas alam yang bisa mencapai 30 hingga 40 tahun.

Pemerintah telah menyiapkan berbagai perangkat regulasi bagi pengembangan CBM. Selain untuk membuat investor tertarik menanamkan modalnya, pengembangan CBM juga bertujuan untuk meningkatkan cadangan gas, pemanfaatan sumber energi ramah lingkungan serta memperluas lapangan kerja.

Bagikan Ini!