Ketua BPK: Kontrol Implementasi Cost Recovery Perlu Ditingkatkan

Selasa, 12 Juni 2007 - Dibaca 6291 kali

Ketua BPK Anwar Nasution pada seminar yang diselenggarakan Universitas Trisakti, kemarin, mengungkapkan, nilai seluruh temuan pemeriksaan BPK mencapai Rp 14,20 triliun. Jumlah ini merupakan nilai koreksi pengurangan cost recovery yang direkomendasikan BPK untuk perhitungan bagi hasil sesuai kontrak PSC pada KKKS tersebut.

"Cost recoverable yang terlalu tinggi itu telah mengurangi porsi pemerintah atas penambangan migas," kata Anwar.

Laporan tersebut telah disampaikan BPK pada DPR tanggal 8 Agustus 2006 lalu. Saat ini, BPK tengah menyelesaikan laporan hasil pemeriksaan atas pelaksanaan kontrak PSC tahun 2005 pada beberapa KKKS lainnya.

Temuan BPK atas pelaksanaan kontrak PSC terutama menyangkut nilai cost recoverable yang terdiri dari insentif dan cost recovery umumnya terjadi karena adanya pasal-pasal terbuka yang mencerminkan adanya aturan yang sangat longgar mengenai biaya-biaya yang dapat diperhitungkan dalam cost recovery, termasuk deductions (komponen yang dapat dikeluarkan dari perhitungan biaya) serta komponen yang dapat dikecualikan dalam menghitung biaya (exemptions).

Selain itu, adanya pasal tertentu yang saling bertentangan. Hal ini dapat dilihat dari pasal dalam kontrak PSC induk yang mengatur tidak dapat dibebankannya biaya bunga ke dalam biaya operasi. Namun dalam lampiran kontrak PSC yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari kontrak PSC induk, membolehkan pembebanan biaya bunga ke dalam biaya operasi dalam rangka cost recovery.

Agar hal ini tidak terjadi lagi, Anwar menilai pemerintah memerlukan ahli hukum pertambangan migas yang handal, ahli teknik yang piawai serta akuntan yang prima untuk dapat menyempurnakan dan mengawasi pelaksanaan konsep-konsep yang berkaitan dengan cost recovery maupun untuk menerapkannya.

Bagikan Ini!