PVMBG : Longsor di Solok Akibat Penggalian Lereng dan Curah Hujan Tinggi
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
REPUBLIK INDONESIA
SIARAN PERS
NOMOR: 544.Pers/04/SJI/2024
Tanggal: 28 September 2024
PVMBG: Longsor di Solok Akibat Penggalian Lereng dan Curah Hujan Tinggi
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Barat melalui juru bicaranya Ilham Wahab menginformasikan telah terjadi bencana berupa gerakan tanah longsor di area ex-tambang emas ilegal di Nagari Sungai Abu,Kecamatan Hiliran Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat (Sumbar) pada Kamis (26/9). Dari peristiwa ini dilaporkan 15 orang meninggal dunia. dan 25 orang dilaporkan hilang.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, berdasarkan analisis dari data sekunder yg tersedia di Badan Geologi secara umum lokasi bencana diperkirakan merupakan perbukitan bergelombang dengan kemiringan lereng agak curam. Ketinggian lokasi gerakan tanah diperkirakan berada pada ketinggian 685 meter di atas.
"Gerakan tanah yang terjadi pada hari Kamis, 26 September 2024 sekitar pukul 17.00 WIB di lokasi ex-penambangan emas ilegal di Nagari Sungai Abu, Kecamatan Hiliran Gumanti, Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat tersebut terjadi setelah turun hujan dengan intensitas tinggi dan lama," ujar Kepala PVMBG, Hadi Wijaya di Bandung, Sabtu (28/9).
Berdasarkan Peta Prakiraan Terjadi Gerakan Tanah bulan September 2024 di Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat (Badan Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi), lokasi bencana termasuk dalam potensi terjadi gerakan tanah Menengah. "Zona ini dapat diartikan bahwa berpotensi terjadi aliran bahan rombakan dan gerakan tanah/longsoran terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan. Gerakan tanah lama dapat aktif kembali akibat curah hujan yang tinggi dan erosi kuat," terang Hadi.
Sementara itu berdasarkan peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Provinsi Sumatera Barat, lokasi bencana diperkirakan termasuk ke dalam Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah - Rendah. Dan wilayah dengan kategori ini menurut Hadi mempunyai proporsi kejadian gerakan tanah lebih besar dari 15% sampai dengan 30% dari total populasi kejadian. Pada zona ini gerakan menengah gerakan tanah dapat terjadi terutama pada wilayah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir/lereng curam, tebing pemotongan jalan dan pada lereng yang mengalami gangguan. Gerakan tanah lama dan baru dapat terjadi atau aktif Kembali jika dipicu oleh curah hujan tinggi dan/atau gempabumi.
Selain dipicu curah hujan yang tinggi, penyebab gerakan tanah lainnya lanjut Hadi adalah akibat adanya penggalian lereng dengan sudut yang terlalu curam atau tanpa penopang yang memadai sehingga ketika hujan deras turun, air meresap ke dalam retakan atau rekahan di lereng, meningkatkan tekanan air pori (pore pressure), yang menyebabkan tanah kehilangan stabilitas dan longsor.
Selain penggalian, penyebab lainnya lanjut Hadi adalah penggaliaan bawah tanah/batu/urat/ pembuataan rongga/ penggalian lereng menyebabkan keruntuhan lereng serta penambangan yang terjadi di area terdampak tidak memliki sistem drainase yang baik sehingga air hujan terkumpul di area galian dan lereng tambang, menyebabkan pelarutan partikel tanah yang mempercepat proses erosi. "Air yang tertahan di permukaan tanah juga menambah beban pada lereng, yang dapat memicu pergerakan tanah," sambung Hadi.
Mengingat curah hujan yang masih tinggi maka sebagai langkah antisipasi potensi longsoran susulan PVMBG merekomendasikan sebagai berikut :
- Warga yang beraktifitas di sekitar lokasi untuk tetap waspada apabila terjadi hujan yang berlangsung lama karena dikhawatirkan terjadi longsor susulan.
- Warga, aparat maupun tim yang bertugas untuk evakuasi harus mengantisipasi potensi longsoran susulan mengingat daerah tersebut masih rawan longsor serta material longsoran masih banyak terutama jika turun hujan;
- Tidak melakukan pengembangan pemukiman pada area terdampak pergerakan tanah;
- Daerah bekas tambang ilegal harus segera direhabilitasi dengan menanami kembali vegetasi yang sesuai untuk mengembalikan fungsi lahan sebagai penahan air dan tanah. Reklamasi lahan dengan menggunakan teknik penghijauan, serta pengembalian kondisi tanah yang stabil adalah langkah penting dalam pemulihan lingkungan.
- Pada lokasi tambang legal atau bekas tambang, penting untuk memastikan adanya sistem drainase yang mampu menyalurkan air hujan dengan baik agar tidak terkumpul di lereng-lereng yang rawan. Sistem drainase yang baik akan mengurangi infiltrasi air yang berlebihan ke dalam tanah.
- Tidak melakukan aktivitas yang dapat mengganggu kestabilan lereng, seperti pemotongan lereng.
- Perkuatan pengawasan terhadap tambang ilegal disertai dengan pengaturan dan pemberian izin yang lebih ketat terhadap tambang legal, dapat mengurangi aktivitas tambang yang merusak lingkungan.
- Meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat untuk lebih mengenal dan memahami gerakan tanah dan mengenai dampak buruk dari tambang ilegal serta risiko yang bisa ditimbulkannya terhadap lingkungan dan keselamatan mereka sendiri.
- Masyarakat agar selalu mengikuti arahan dari aparat pemerintah setempat dan BPBD. (SF)
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama
Agus Cahyono Adi
Share This!