Listrik, Pintu Masuk Kemajuan Peradaban

Wednesday, 27 April 2016 - Dibaca 2288 kali

JAKARTA - Listrik memang menjadi pintu masuk dari kemajuan peradaban. Begitu listrik masuk, pengetahuan juga akan masuk. Demikian disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, dalam sambutannya pada Diskusi Subsidi Listrik Tepat Sasaran yang diselenggarakan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) bekerja sama dengan Harian Kompas, Rabu, (27/4).

"Listrik itu sangat erat kaitannya dengan pencapaian cita-cita kemerdekaan. Belakangan ini saya berkesempatan untuk mengunjungi daerah yang jauh dari peradaban. Saya menyimpulkan membangun listrik ini seperti mencapai nilai ujian yang sempurna, diperlukan kesempurnaan dan fokus pada hal yang selama ini belum dicapai. Untuk mencapai 100% rasio elektrifikasi, diperlukan usaha yang lebih karena naturally ada di daerah yang sulit dicapai, jauh dari pusat kekuasaan, dan jauh dari pusat pembuat kebijakan," tutur Sudirman.

"Mengapa selama ini kita tidak memikirkan pentingnya listrik? Karena setiap bangun pagi, kita sudah menemukan listrik, padahal di desa-desa terpencil itu ada yang 24 jam tidak berlistrik," ungkap Sudirman. Masuknya listrik di suatu desa-desa yang jauh dari pusat pembangunan, menurut Sudirman akan diikuti oleh kesejahteraan masyarakatnya. "Tidak berlebihan jika listrik dikatakan sebagai drive menuju kesejahteraan, pendidikan, dan kesehatan yang lebih baik. Maka dari itu, membangun listrik tidak bisa dianggap sebagai sebuah pekerjaan, ini adalah suatu gerakan," lanjut Sudirman. Membangun listrik sebagai gerakan artinya tidak hanya membutuhkan regulator, namun juga harus diikuti dengan dukungan dari segenap masyarakat dan media.

Dalam sambutannya tersebut, Sudirman juga mengatakan bahwa mitos selama ini bahwa subsidi tidak dapat dicabut atau digeser telah menghalangi pembangunan kedaulatan energi. "Pemerintahan ini telah mengambil sikap yang tidak populer, tetapi keputusan untuk menggeser subsidi terbukti tidak hanya saja membuat kita bisa mengalokasikan sebagian besar subsidi itu untuk pendidikan dan infrastruktur, namun juga menghalangi penyelundupan dan mengurangi kelangkaan akut," sambungnya.

Membangun rasio ketenagalistrikan mencapai 97% di tahun 2019 bukan merupakan hal yang mudah untuk dilakukan. "Hal ini tentu juga berkaitan dengan subsidi tepat sasaran. Jika kita geser subsidi itu kepada yang berhak, maka kita akan bisa menghemat belasan triliun. Penghematan itu bisa untuk membiayai pembangunan listrik di tempat yang listriknya rendah. Kita juga ingin melakukan pemihakan kepada yang belum beruntung. Tugas negara adalah memperhatikan yang lemah dan memberikan dorongan kepada yang kuat supaya lebih berprestasi," pungkas Sudirman. (DKD)

Share This!