Bahaya itu Bernama “Wedhus Gembel”
Sebagian besar korban erupsi Gunung Merapi, (26/10) petang, merupakan korban ganasnya awan panas yang dimuntahkan Gunung setinggi 2.968 meter di perbatasan Jawa Tengah-Yogyakarta tersebut. Awan panas yang juga sering disebut warga sebagai "Wedhus Gembel" tersebut suhunya dapat mencapai 1.000-1.100?C saat keluar kawah, dan ketika menerjang permukiman suhunya menjadi sekitar 500-600?C. Ketua Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVG) Surono mengungkapkan, kecepatan luncuran "Wedhus Gembel" tersebut ditaksir mencapai 200 km/jam.
"Karena gerakan dari muntahan Merapi tersebut bergumpal-gumpal dan berwarna keputihan dan dari jarak jauh seperti bulu wedhus (domba) gembel maka warga setempat menamakannya Wedhus Gembel," ujar Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, Subandriyo.
Secara umum kandungan "Wedhus Gembel" yang nama ilmiahnya pyroclastic density flow adalah zat padat (debu volkanik dengan ukuran mulai dari ash sampai lapili), dan fase gas (CO2, sulfur, chlor, uap air dan lainnya) yang bercampur udara. Pada Gunung Merapi, awan panas terbentuk oleh mekanisme guguran lava baru, sering disebut "nuee ardante d' avalance". Awan panas jenis ini akan mengalir melalui zona lembah sungai dan kanan/ kirinya, mengikuti arah aliran dari luncuran lava pada dasar lembah.
Dalam situs volcanolive.com, pakar vulkanologi John Seach menyebutkan, Merapi merupakan satu gunung yang paling aktif dan berbahaya di dunia. Merapi memiliki kubah lava dan selalu meletus dalam jangka satu sampai lima tahun, menjadikannya gunung paling aktif di Indonesia. John Seach telah mendokumentasikan aktivitas 180 gunung di seluruh belahan bumi, dan menurutnya Merapi menghasilkan awan panas lebih banyak dari gunung mana pun di dunia.
Dalam situsnya Seach juga mengungkapkan bahwa gerakan awan panas Merapi mencapai 7 hingga 13 kilometer dari puncak. Sehingga warga yang berada pada radius tersebut harus segera menjauhi puncak dan mencari lokasi yang aman bila aktivitas Gunung Merapi meningkat.
Sejarah Letusan Merapi
Gunung Merapi terakhir meletus empat tahun lalu, tepatnya pada 8 Juni 2006 pukul 09:03 WIB Merapi meletus dengan menyemburkan awan panas yang membuat ribuan warga di wilayah lereng panik dan melarikan diri ke tempat aman. Saat itu Pemerintah meminta 17 ribu warga di lereng Merapi untuk mengungsi. Jatuh 2 orang korban yang berlindung dalam bunker di Kawasan Wisata Kaliadem, Kaliurang.
Sejarah mencatat letusan besar Merapi terjadi pada 1006, 1786, 1822, 1872, dan 1930. Pada 1930, "Wedhus Gembel" memakan korban 1.370 orang di 13 desa di sekitar Merapi. Letusan terbesarnya terjadi pada 1006 yang menyebabkan seluruh Jawa tertutup abu.
Berdasarkan catatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Gunung Merapi mulai aktif sejak tahun 1006 saat terjadi letusan pertamanya. Rata-rata Merapi meletus dalam siklus pendek yang terjadi setiap antara 2 - 5 tahun dan siklus menengah setiap 5 - 7 tahun. Siklus terpanjang pernah tercatat setelah mengalami istirahat selama lebih dari 30 tahun, yaitu pada masa awal keberadaannya sebagai gunung api. Memasuki abad ke-16, siklus terpanjang Merapi dicapai selama 71 tahun ketika jeda ketika meletus pada tahun 1587 dan meletus kembali di 1658.
Hampir setiap letusan Gunung Merapi, terutama sejak diamati dengan seksama pada tahun 80-an, selalu diawali dengan gejala yang jelas. Secara umum peningkatan kegiatan diawali dengan terekamnya gempabumi vulkanik-dalam (tipe A) disusul kemudian munculnya gempa vulkanik-dangkal (tipe B) sebagai realisasi migrasinya fluida ke arah permukaan. Ketika kubah mulai terbentuk, gempa fase banyak (MP) mulai terekam diikuti dengan makin besarnya jumlah gempa guguran akibat meningkatnya guguran lava. Dalam kondisi demikian, tubuh Merapi mulai terdesak dan mengembang yang dimonitor dengan pengamatan deformasi. (KO)
Share This!