Tim Tanggap Darurat Badan Geologi temukan Sesar Lombok Utara
Gempa bumi terjadi pada hari Minggu, tanggal 5 Agustus 2018, pukul 18:45:35 WIB. Berdasarkan informasi dari BMKG pusat gempa bumi berada pada koordinat 8,37? LS dan 116,48? BT, dengan magnitudo 7.0 Mw (moment magnitude) pada kedalaman 15 km. Sebelumnya, pada tanggal 29 Juli 2018 terjadi gempa bumi dengan magnitude 6.4 Mw dan kedalaman 10 km. Gempa bumi susulan dengan magnitudo 6.2 Mw terjadi pada tanggal 9 Agustus 2018.
Rangkaian ketiga gempa bumi ini menimbulkan kerusakan berat pada bangunan dan infrastruktur di Kab. Lombok Utara, Lombok Timur, Lombok Barat dan Kota Mataram serta menyebabkan 392 korban jiwa (sumber BNPB). Badan Geologi mengirimkan Tim Tanggap Darurat Gempa Bumi dan Gerakan Tanah ke lokasi untuk melakukan pemetaan kerusakan geologi.
Selain itu, Badan Geologi memberikan bantuan berupa pemboran air tanah untuk memenuhi ketersediaan air bersih di beberapa lokasi di wilayah terdampak.
Sesar Naik Lombok Utara
Hasil analisis Tim Tanggap Darurat Badan Geologi terjadi kerusakan berat dengan VIII MMI akibat gempa bumi M6.4 terkonsentrasi di Dusun Malempo, Desa Obel obel; Dusun Ketapang, Desa Madayin di Kecamatan Sambelia dan Desa Sajang, Kecamatan Sembalun Kab Lombok Timur. Di ketiga lokasi tersebut ditemukan retakan-retakan tanah yang berarah barat-timur. Retakan ini yang menyebabkan kerusakan berat pada bangunan yang dilaluinya.
Gempa bumi M7.0, kerusakan berat dengan VIII MMI terkonsentrasi di Dusun Tampes, Desa Selengan; Dusun Braringan, Desa Kayangan, Kecamatan Kayangan, dan Desa Sambik Bengkol Kecamatan Gangga, Kab. Lombok Utara. Daerah bencana tersebut tersusun oleh endapan Kuarter berupa rombakan gunungapi muda (tuff, breksi gunungapi, lava) yang telah mengalami pelapukan dan endapan aluvial pantai. Karakteristik dari endapan Kuarter cenderung memperbesar guncangan gempa bumi.
Pengamatan lapangan dan pemetaan detil memperlihatkan adanya deformasi di permukaan atau sesar permukaan (surface rupture) dan retakan tanah yang mengakibatkan kerusakan jalan dan bangunan. Sesar permukaan ditemukan di Desa Sambik Bengkol, Kecamatan Gangga; Dusun Beraringan, Desa Kayangan, Kecamatan Kayangan; dan Desa Selengan, Kecamatan Kayangan. Retakan dan sesar permukaan yang ditemukan pada ketiga daerah tersebut secara umum berarah barat aEUR" timur.
Menurut analisis Tim Tanggap Darurat Badan Geologi sesar permukaan tersebut yang berarah barat aEUR" timur mengindikasikan dominan gerakan naik (thrust fault) dengan off set vertikal di Desa sambik Bengkol, Kayangan dan Selengan bervasiasi antara 2 cm hingga maksimal 50 cm. Sebaran off set vertikal ini merupakan sesar baru yang teridentifikasi setelah kejadian gempa bumi tanggal 5 Agustus 2018. Tim Tanggap Darurat Badan Geologi menyebut sesar permukaan ini sebagai Sesar Naik Lombok Utara berarah barat aEUR" timur yang membentuk suatu zona sesar dengan sebaran utara aEUR" selatan. Sesar naik Lombok Utara ini diperkirakan berasosiasi dengan sesar Naik Busur Belakang Flores yang hingga kini diidentifikasi sebarannya di Laut Flores sebelah utara Pulau Lombok, Sumbawa, Flores hingga Wetar. Sesar permukaan ini yang menyebabkan kerusakan parah daerah yang dilaluinya.
Likuifaksi (liquefaction) atau pelulukan tanah yaitu berkurangnya ikatan antar butir tanah jenuh air akibat goncangan gempabumi sehingga lapisan jenuh air tersebut bersifat seperti massa cair. Massa tanah yang aEUR~mencairaEUR(TM) ini memancar ke permukaan melalui retakan tanah. Likuifaksi mengakibatkan kerusakan pada segala jenis bangunan yang berada di atasnya. Lokasi likuifaksi tersebar di Kecamatan Gangga, Kayangan dan Bayan. Semua bangunan yang dilalui oleh retakan, rekahan tanah dan likuifaksi semuanya roboh/rusak berat.
Kerusakan bangunan di lokasi bencana diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu: bangunan tersebut dirancang tidak tahan gempa bumi, jarak yang dekat dengan sumber gempa bumi (sesar aktif) sehingga akan mengalami goncangan gempa bumi kuat, dibangun pada endapan rombakan gunungapi muda, endapan aluvial yang jenuh air, proses retakan tanah, pensesaran permukaan dan likuifaksi.
Hingga saat ini, tidak ada peningkatan aktivitas gunungapi di Indonesia termasuk G. Rinjani dan G. Agung yang lokasinya berdekatan dengan pusat gempabumi. Sebelum gempa bumi terjadi status aktivitas G. Rinjani berada pada level II (Waspada) dan G. Agung pada level III (Siaga), dan setelah kejadian status aktivitasnya masih tetap.
Upaya Mitigasi
Kejadian gempa bumi belum dapat diperkirakan kapan, dimana, dan berapa besar magnitudonya. Upaya mitigasi gempa bumi yang dilakukan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geolog - Badan Geologi adalah dengan melakukan penelitian untuk mengidentifikasi dan mengkarakterisasi sumber sumber gempa bumi, kemudian menghitung besarnya guncangan gempa bumi yang dapat melanda suatu daerah secara probabilistik dalam jangka waktu tertentu. Besarnya guncangan tersebut dijadikan salah satu acuan dalam mendesain bangunan di suatu tempat. Potensi bahaya guncangan gempa bumi di suatu wilayah telah diupayakan mitigasinya melalui produk Badan Geologi berupa Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gempa Bumi. Peta KRB Gempa bumi Provinsi NTB diterbitkan pada tahun 2012. Estimasi guncangan gempa bumi di Kab. Lombok Utara dan Lombok Timur pada VII-VIII MMI yang disimbolkan dengan warna kuning pada peta.
Gempa bumi 29 Juli 2018 (M6,4), gempa bumi 5 Agustus 2018 (M7,0) dan gempa bumi 9 Agustus (M6.2) mempunyai mekanisme yang sama dan diperkirakan dari zona sumber yang sama. Berdasarkan beberapa penelitian, sumber gempa bumi penyebab gempa bumi Lombok tersebut mempunyai potensi menimbulkan gempa bumi dengan kekuatan maksimum magnituda M7.4. Jika berpegangan pada informasi tersebut, maka kejadian gempa bumi pada sumber yang sama, dengan kekuatan lebih besar M7.0, mempunyai probabilitas / kemungkinan yang kecil.
Rekomendasi Teknis
1. Masyarakat agar tetap waspada dengan kejadian gempa bumi susulan.
2. Masyarakat dihimbau untuk tetap tenang dan mengikuti arahan dari petugas BPBD dan Pemerintah setempat, serta tidak mudah terpancing oleh isu - isu yang tidak bertanggung jawab mengenai kejadian gempa bumi dan tsunami.
3. Bangunan vital, strategis dan mengundang konsentrasi banyak orang (perkantoran, ruko, pasar, sekolah, dll) dibangun mengikuti kaidah aEUR" kaidah bangunan tahan gempa bumi.
4. Agar dihindari membangun pada bagian bawah, tengah dan atas lereng terjal yang telah mengalami pelapukan karena akan berpotensi terjadinya gerakan tanah/ longsor yang dipicu oleh gempa bumi.
5. Bangunan yang terletak pada zona pergeseran tanah dan retakan tanah dalam dimensi besar dan panjang agar digeser sekitar 20 meter dari retakan utama, yaitu di Desa Sambik Bengkol, Kecamatan Gangga; Dusun Beraringan, Desa Kayangan Kecamatan Kayangan; dan Desa Selengan Kecamatan Kayangan.
6. Bangunan yang terletak pada zona likuifaksi dapat dibangun kembali dengan menerapkan kaidah bangunan tahan gempa bumi.
7. Sosialisasi, simulasi, dan pelatihan penanggulangan bencana gempa bumi dan tsunami di Kabupaten Lombok Utara dan Lombok Timur sebaiknya dilaksanakan secara reguler.
8. Agar Pemerintah Kabupaten Lombok Utara dan Lombok Timur segera merevisi RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) berdasarkan peta kawasan rawan bencana geologi yang dikeluarkan oleh Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencakup bencana gempa bumi, tsunami, gunungapi dan gerakan tanah.
9. Agar Pemerintah Kabupaten Lombok Utara dan Lombok Timur memasukkan materi kebencanaan geologi (letusan gunungapi, gempa bumi, tsunami, dan gerakan tanah) ke dalam kurikulum pendidikan.
Sumber:
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Kementerian ESDM