Wamen ESDM: Revisi PP 79/2010 Diharapkan Kembali Gairahkan Eksplorasi Migas

Saturday, 18 March 2017 - Dibaca 2999 kali

Jakarta, Pemerintah tengah memfinalisasi revisi PP No 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Perpajakan Bagi Industri Hulu Migas. Revisi aturan ini diharapkan dapat menggairahkan kembali eksplorasi migas nasional yang turun sejak aturan tersebut ditetapkan.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar dalam acara Migas Goes To Campus di Universitas Trisakti, Jumat (17/3), mengatakan, berkurangnya eksplorasi yang terjadi sejak tahun 2011-2012 dikarenakan banyak insentif yang dulunya diterima oleh kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) ketika melakukan eksplorasi, setelah aturan tersebut ditetapkan, dikenai pajak. Alhasil KKKS menjadi malas untuk bereksplorasi.

Meski PP No 79 Tahun 2010 direvisi, lanjut Arcandra, bukan suatu kepastian bahwa produksi migas Indonesia akan meningkat karena di dunia migas tidak ada sebuah kepastian. Yang ada adalah harapan bahwa dengan mengubah PP No 79 Tahun 2010, kegiatan eksplorasi akan meningkat dan pada akhirnya akan meningkatkan produksi migas.

"Kalau ditanyakan dengan mengubah, merevisi PP 79 (produksi migas) akan naik, maka tidak sejauh itu. Tapi at least, kita punya harapan untuk menaikkan produksi (migas)," ujar Arcandra.

Revisi PP No 79 Tahun 2010 telah dibahas Pemerintah sejak 2016. Pada 23 September 2016, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menko Maritim yang saat itu merangkap sebagai Pelaksana Tugas Menteri ESDM, Luhut Binsar Pandjaitan, melakukan jumpa pers mengenai pokok-pokok revisi aturan tersebut yaitu:

Pertama, diberikan fasilitas perpajakan pada masa eksplorasi yaitu PPN Impor dan Bea Masuk dan PPN Dalam Negeri dan PBB.

Kedua, diberikan fasilitas perpajakan pada masa eksploitasi yaitu PPN Impor dan dan Bea Masuk PPN Dalam Negeri dan PBB (hanya dalam rangka keekonomian proyek).

Ketiga, pembebasan PPh Pemotongan atas Pembebanan Biaya Operasi Fasilitas Bersama (Cost Sharing) oleh kontraktor dalam rangka pemanfaatan barang milik negara di bidang hulu migas dan alokasi biaya overhead kantor pusat. Pemberian fasilitas perpajakan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.

Keempat, adanya kejelasan fasilitas non fiskal (investment credit, depresiasi dipercepat, DMO Holiday).

Kelima, konsep bagi hasil penerimaan negara sliding scale di mana Pemerintah mendapatkan bagi hasil lebih apabila terdapat windfall profit.

Dengan dukungan pemberian fasilitas perpajakan masa eksplorasi, diharapkan keekonomian proyek akan meningkat. Berdasarkan perhitungan, dengan berbagai insentif baru ini, maka keekonomian proyek akan meningkat di mana IRR naik dari 11,59% menjadi 15,16%. "Dengan IRR 15,16% ini, diharapkan sektor hulu migas akan lebih atraktif sehingga akan muncul investor dan investasi-investasi baru yang pada akhirnya akan menaikkan produksi minyak di Indonesia," ujar Sri Mulyani ketika itu. (DK/TW)