Permen ESDM 35/2021 Dukung Pencapaian Produksi Migas 2030

Wednesday, 16 March 2022 - Dibaca 721 kali

Jakarta, Terbitnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 35 Tahun 2021 tentang Tatacara Penetapan dan Penawaran Wilayah Kerja Migas merupakan salah satu upaya Pemerintah mencapai target produksi minyak 1 juta BOPD dan 12 BSCFD pada tahun 2030.

"Peraturan ini merupakan upaya untuk mencapai target produksi migas 1 juta barel dan 12 BSCFD yang merupakan komitmen kita bersama untuk diwujudkan tahun 2030," ujar Sesditjen Migas Alimuddin Baso pada acara Sosialisasi Peraturan Menteri ESDM Nomor 35 Tahun 2021 tentang Tatacara Penetapan dan Penawaran Wilayah Kerja Migas yang digelar secara daring, Rabu (16/3).

Pada saat aturan ini berlaku, tiga peraturan lainnya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku yaitu Permen ESDM Nomor 35 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penetapan dan Penawaran Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi, Permen ESDM Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pengusahaan Gas Metana Batubara dan Permen ESDM Nomor 05 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penetapan dan Penawaran Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi Non Konvensional.

Alimuddin memaparkan, secara umum terdapat tiga hal yang menjadi poin perubahan Permen ESDM Nomor 35/2021 tentang Tatacara Penetapan dan Penawaran Wilayah Kerja Migas ini. Pertama, perbaikan proses bisnis penyiapan, penatapan dan penawaran wilayah kerja (WK) migas. Dilakukan penyesuaian dengan PP 81/2019 tentang PNBP pada Kementerian ESDM, PP 23/2015 tentang Pengelolaan Bersama SDA Migas di Aceh. Pengaturan terkait luas WK, komitmen pasti, skema penawaran, dokumen lelang, bid bond, performance bond, dokumen partisipasi, WK, penawaran WK di Aceh.

Poin kedua, peningkatan partisipasi Badan Usaha/Bentuk Usaha Tetap (BU/BUT). Partisipasi aktif BU/BUT dalam proses penyiapan, penatapan dan penawaran WK migas melalui usulan Penawaran Langsung dengan Studi Bersama atau tanpa Studi Bersama, nominasi WK dalam bid round dan partisipasi Pertamina.

Ketiga, pengaturan pengusahaan potensi Migas Non Konvensional. Pengusahaan potensi migas konvensional dan migas non konvensional (MNK) dapat diusahakan dalam satu kontrak. Inventarisasi potensi MNK pada KKS, studi potensi MNK oleh KKKS dan kontrak kerja sama MNK.

Subkoordinator Penawaran Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi Konvensional Dwi Adi Nugroho, memaparkan proses bisnis penyiapan dan penawaran WK migas perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman. "Kita berikan kemudahan bagi investor. Termasuk saat ini terdapat paradigma open data dan kita akomodir di aturan ini supaya partisipasi BU dan BUT dalam setiap proses penyiapan dan penawaran wilayah kerja bisa diakomodir juga. Jadi BU dan BUT diberikan peranan yang lebih luas mulai dari penyiapan, penetapan dan penawaran," jelas Dwi.

Salah satu hal baru yang diatur dalam aturan ini adalah Penawaran Langsung WK Migas Tanpa Studi Bersama. Wilayah kerja diusulkan oleh BU/BUT pada available block. Secara singkat, available block adalah WK yang sudah dilelang tapi tidak laku. WK bisa diusulkan oleh BU/BUT untuk dilelang kembali di mana usulan ini disampaikan dalam waktu 6 bulan setelah dinyatakan tidak laku.

"Tidak perlu dilakukan studi bersama lagi karena sebetulnya WK yang dilelang itu pada prinsipnya sudah dievaluasi, datanya sudah ada. Terms and conditions-nya sudah ditetapkan. Hanya saja terkait terms and conditions ini ketika dilelang, mungkin kurang cocok. Jadi ketika WK itu tidak diberikan ke perusahaan tertentu (available block), bisa diminta secara langsung kemudian diusulkan menjadi WK penawaran langsung. BU/BUT dapat mengusulkan terms and conditions yang berbeda dari available block," jelas Dwi.

Pada Penawaran Langsung WK Migas Tanpa Studi Bersama ini, tidak ada right to match dan masa lelang 30 hari.

Sementara itu mengenai pengembangan WK migas non konvensional (MNK), Subkoordinator Penyiapan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi Non Konvensional Muhammad Luthfi, menjelaskan bahwa Permen Nomor 35 Tahun 2021 tidak membedakan WK migas konvensional maupun non konvensional. Semuanya disebut sebagai WK Migas.

Diatur dalam Pasal 63, Kontraktor WK Migas Konvensional dapat mengusahakan potensi MNK, dalam hal tidak terdapat kontrak kerja sama lain pada WK-nya, melalui perubahan ketentuan-ketentuan pokok KKS, perubahan KKS atau KKS baru dengan BU/BUT terpisah. Hal ini juga berlaku bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama MNK yang dapat mengusahakan potensi migas konvensional.

Perubahan alur pengusahaan MNK dengan adanya aturan ini, WK eksisting dapat langsung melakukan eksplorasi MNK di wilayah kerjanya. "Pengusahaan MNK dapat dilakukan berdasarkan kontrak kerja sama (KKS) migas konvensional eksisting melalui perubahan bentuk atau terms and conditions atau KKS baru," kata Luthfi.

Pengusahaan MNK ada dua macam yaitu pada wilayah terbuka dan pada WK migas. Pada wilayah terbuka, pengusahaan potensi MNK dilakukan bersamaan dengan potensi migas konvensional, penyiapan dan penawaran dilakukan terhadap seluruh potensi (migas konvensional dan MNK) yang terdapat pada suatu area. Mekanisme pengusahaan dilakukan melalui penawaran langsung (studi bersama) oleh BU/BUT, lelang reguler oleh Pemerintah dan prosedur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sementara mekanisme pengusahaan WK migas eksisting melalui potensi MNK bisa diusahakan oleh kontraktor eksisting dalam hal tidak terdapat kontrak kerja sama lain pada WK-nya. Selain itu, studi potensi MNK oleh kontraktor eksisting, biaya studi potensi sebagai bagian dari biaya operasi WK eksisting. Terakhir, bentuk pengusahaan yaitu perubahan ketentuan pokok KKS eksisting, perubahan bentuk KKS eksisting dan KKS baru.

"Ditjen Migas bersama SKK Migas melakukan inventarisasi MNK di seluruh Indonesia. Selanjutnya kami menyusun skala prioritas potensi MNK. Atau kalau ada BU/BUT melakukan potensi MNK, bisa melakukan studi potensi. Kemudian usulan studi potensi tersebut bisa dimasukkan ke WP&B. Studi potensi dilakukan KKKS bersama tim yang selanjutnya dibuat laporan evaluasi ke Menteri ESDM. Jika ada potensi, KKKS bisa mengusulkan terms and conditions atau perubahan bentuk KKS eksisting atau KKS baru. Kalau KKKS tidak mengusulkan pengembangan MNK di wilayahnya, harus menerapkan pengembalian WK di wilayahnya kepada negara dan nanti area tersebut bisa ditawarkan ke pihak lain atau menjadi wilayah terbuka," papar Luthfi. (TW)