GIS 2017: Bersinergi Majukan Industri Gas Indonesia
Jakarta, Pemerintah terus berupaya memajukan industri gas di Indonesia, termasuk meningkatkan pemanfaatannya dengan membangun infrastruktur gas di berbagai daerah. Untuk itu, seluruh pihak harus diajak bersinergi.
"Strategi yang harus dilakukan untuk memajukan industri gas di Indonesia, tentu berbagai pihak harus kita ajak bersinergi. Kemudian dari sisi Pemerintah, regulasinya kita buat sekonsisten mungkin," ujar Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi IGN Wiratmaja Puja ketika membuka acaraGas Indonesia Summit and Exhibition (GIS) 2017 di Jakarta Convention Centre, Rabu (12/7).
Wirat melanjutkan, Indonesia merupakan negara yang besar dengan banyak pulau-pulau tersebar letaknya. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, kebutuhan energi Indonesia juga mengalami peningkatan. Produksi gas yang dulunya sebagian besar diekspor, mulai tahun 2012 lebih banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan domestik.
Berdasarkan data Ditjen Migas, pada tahun 2016 penggunaan gas untuk domestik mencapai 3.997 MMSCFD (59%), yang dimanfaatkan untuk industri 23,26%, kelistrikan 14,61%, pupuk 9,58%, LPG domestik 2,58%, LNG domestik 6,17%, lifting minyak 2,79%, gas kota 0,05% dan bahan bakar gas untuk transportasi 0,05%. "Sebagian besar gas dimanfaatkan untuk industri dan kelistrikan. Kita harus meningkatkan pemanfaatan gas untuk kebutuhan lainnya seperti petrochemical," ujar Wirat.
Sedangkan gas yang diekspor mencapai 2.860 MMSCFD (41%), terdiri dari ekspor LNG 29,36% dan ekspor gas pipa 11,55%.
Berdasarkan Neraca Gas Bumi Indonesia, lanjut Wirat, Indonesia akan mengalami penambahan produksi gas karena produksi dari Lapangan Jangkrik yang semula 450 MMSCFD, dapat ditingkatkan menjadi 600 MMSCFD. Ditambah lagi dengan berproduksinya Tangguh Train 3 dan Blok Masela. Hal ini membuat kemungkinan rencana impor gas yang diperkirakan tahun 2019, dapat ditunda.
Dalam kesempatan tersebut, Dirjen Migas juga membuka kesempatan bagi investor untuk ambil bagian dalam pemenuhan gas untuk kelistrikan. Dengan adanya proyek listrik 35.000 MW, maka dibutuhkan gas sekitar 1.100 MMSCFD. "Ini merupakan tantangan dan kesempatan bagi kita untuk membangun infrastruktur demi meningkatkan pemanfaatan gas untuk listrik," tambahnya.
Lebih lanjut Wirat memaparkan mengenai rencana distribusi gas menggunakan skema virtual pipeline, untuk memenuhi kebutuhan gas di berbagai pulau di Indonesia. Untuk itu, Pemerintah telah membagi dalam 4 klaster yaitu Klaster I (Papua), Klaster II Maluku, Klaster III Nusa Tenggara dan Klaster IV (Natuna).
"Tantangan dan kesempatan lain untuk investor adalah membangun infrastruktur untuk peningkatan pemanfaatan gas bagi transportasi laut, pertambangan dan transportasi darat," tambah Wirat.
Untuk mendukung peningkatan pemanfaatan gas tersebut, Pemerintah melakukan reformasi kebijakan seperti
menetapkan PP Nomor 27 tahun 2017 sebagai revisi PP Nomor 79 tahun 2010, Permen tentang Gross Split dan Participating Interest 10%. Selain itu, sedang dilakukan revisi Permen Nomor 35 Tahun 2004 serta penyusunan aturan terkait perpajakan Gross Split.
Upaya lainnya adalah penyederhanaan perizinan dari sebelumnya 104 yang pada tahun 2016 disederhanakan menjadi 42 dan akhirnya menjadi 6 izin pada tahun 2017.
GIS berlangsung tanggal 12-14 Juli 2017, dengan tema "Memajukan Industri Gas dan LNG Indonesia" dan diisi dengan presentasi dan diskusi panel oleh Pemerintah sebagai pengambil kebijakan, pakar industri dan gas serta pameran yang menampilkan teknologi gas dan LNG terkini.
GIS menampilkan perkembangan regulasi terkini dan kebijakan industri gas regional, program pembangkit listrik 35.000 MW, peta investasi dan peluang-peluang pembangunan terkait infrastruktur gas dan LNG dari skala besar hingga kecil, gambaran mengenai posisi gas sebagai integrasi energi di masa depan seperti perkembangan teknologi lepas pantai dan laut dalam.
Gerard Leuwenburgh sebagai wakil penyelenggara menyatakan, GIS menawarkan plaform penting bagi Indonesia yang akan mengerjakan proyek infrastruktur gas dan LNG di dalam negeri. Selain itu, GIS juga menjadi platform untuk para pemangku kepentingan regional maupun internasional agar memahami proses dan persyaratan yang dibutuhkan untuk menjalankan bisnis di Indonesia seperti regulasi serta kerangka kerja teknis dan komersial. GIS diikuti oleh sekitar 300 delegasi dan 3.000 pengunjung dari seluruh dunia.
Dalam diskusi panel hari pertama, tampil sebagai pembicara antara lain Kasubdit Kerja Sama Ditjen Migas, Ayende dan Direktur Komersial PT PGN Denny Praditya. Menurut Denny, peningkatan pemanfaatan gas bumi untuk domestik memiliki tantangan besar, seperti percepatan pembangunan pasar dan infrastruktur. (TW)