Biaya Masih Jadi Tantangan, Perlu Upaya Dorong Keekonomian Proyek CCS/CCUS
Jakarta, Penerapan teknologi Carbon Capture Storage/Carbon Capture, Utilization and Storage (CCS/CCUS) menghadapi sejumlah tantangan, antara lain biaya yang cukup tinggi terutama untuk CO2 Capture. Untuk itu diperlukan upaya-upaya untuk mendorong keekonomian proyek, antara lain pengembangan teknologi yang lebih murah, kerja sama untuk cost sharing, serta insentif.
Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Mirza Mahendra pada acara Lunch and Talk IATMI 2023 di Kantor Lemigas, Kamis (2/2), mengatakan, faktor biaya yang tinggi menjadi salah satu tantangan penerapan teknologi CCS/CCUS saat ini. Pada beberapa studi, seperti oleh Global CCS Institute tahun 2021 memang menunjukan tren penurunan biaya capture CO2 pada proyek-proyek CCS skala besar. Namun demikian, tetap diperlukan upaya-upaya untuk terus mendorong keekonomian proyek CCS/CCUS seperti pengembangan teknologi yang lebih murah, kerja sama untuk cost sharing dan insentif.
"Upaya lainnya adalah pengembangan CCS/CCUS Hub yang menghubungkan berbagai sumber CO2 ke berbagai lokasi injeksi, dan tentu saja mendorong penerapan nilai ekonomi karbon termasuk carbon offset," paparnya.
Kementerian ESDM khususnya Ditjen Migas, lanjut dia, telah banyak menerima masukan untuk pengembangan CCS/CCUS, baik terkait rancangan Permen CCS/CCUS yang saat ini telah rampung dilakukan harmonisasi, carbon pricing, serta dorongan dari stakeholder untuk mengatur CCS di luar wilayah kerja (WK) dengan sumber CO2 tidak hanya dari hulu migas tapi juga dari industri, baik domestik maupun internasional.
Dari beberapa studi yang dilakukan oleh Lemigas, ExxonMobil maupun Rystad Energy, Indonesia memiliki potensi CO2 storage yang besar, bahkan bisa mencapai lebih dari 400 giga ton CO2 dari reservoir migas dan saline akuifer. Kementerian ESDM dan stakeholder terkait telah memproyeksikan emisi GRK subsektor migas, di mana proyeksi emisi dari kegiatan usaha migas akan mencapai puncak pada 2030 dengan nilai sekitar 44 juta ton CO2. Sementara berdasarkan data KLHK, kontribusi Emisi GRK subsektor migas pada tahun 2020 sekitar 5,06% terhadap total emisi GRK sektor energi.
"Tentu kami memahami bahwa potensi CO2 dari industri lain dan CCS pada akuifer di luar WK jauh lebih besar dari industri hulu migas sehingga sangat potensial untuk dikembangkan dalam rangka mendukung target NZE. Namun memang untuk tahap awal kita akan fokuskan terlebih dahulu di hulu migas melalui rancangan Permen yang telah disusun, sekaligus untuk meyakinkan para stakeholder lain terkait teknologi CCS/CCUS ini," kata Mirza.
Saat ini terdapat sekitar 16 proyek CCS/CCUS tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Semuanya masih dalam tahap studi, namun sebagian besar ditargetkan mulai beroperasi sebelum 2030. (TW)