Tahun 2021, Target PLTP Lahendong 170 MW

Tuesday, 16 May 2017 - Dibaca 2822 kali

SULAWESI UTARA - Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Mulyadi beserta anggota lainnya melakukan kunjungan kerja (Kunker) ke Provinsi Sulawesi Utara, Senin, 15 Mei 2017.

Kunker ini diawali pertemuan dengan Gubernur Sulawesi Utara beserta jajarannya, para Bupati atau yang mewakili, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Utara, perwakilan Ditjen Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Ditjen Ketenagalistrikan, Ditjen Minyak dan Gas Bumi, BPH Migas, PT PLN (Persero), PT Pertamina (Persero), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kementerian Ristek dan Pendidikan Tinggi (Dikti).

Hal-hal yang dibahas dalam pertemuan tersebut antara lain terkait dengan pemenuhan kebutuhan listrik di Provinsi Sulawesi Utara, percepatan penyelesaian CNC di sektor pertambangan mineral dan batubara, percepatan kebijakan satu harga BBM, pengembangan panas bumi di Provinsi Sulawesi Utara, dan pengelolaan dan pelestarian lingkungan hidup di kawasan taman nasional Bunaken.

Setelah itu dilakukan dengan melakukan kunjungan lapangan ke pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Lahendong Unit V dan VI yang dikembangkan oleh PT Pertamina Geothermal Energy (PGE).

Total kapasitas pembangkit yang dikembangkan di PLTP Lahendong unit I sampai VI saat ini sebesar 120 megawatt (MW). Hingga tahun 2021 diproyeksi pembangkit berbasis panas bumi ini akan dikembangkan hingga 170 MW.

Pada sistem kelistrikan di Sulawesi Utara, PLTP Lahendong memberikan kontribusi pemenuhan kebutuhan listrik sebesar 30 persen di sistem interkoneksi 150/70 kV.

Saat ini juga dilakukan upaya optimalisasi brine dan sumur idle di PLTP Lahendong, yaitu dengan membangun Lahendong Binary Plant dengan kapasitas 0,5 MW yang merupakan binary plant pertama di Indonesia hasil kerja sama antara GFZ Jerman, BPPT, PT PGE dan PT PLN (Persero) dan PLTP Skala Kecil atau Wellhead Power Plant dengan kapasitas 5 MW.

Pada kesempatan tersebut, Direktur Panas Bumi, Yunus Saefulhak menyampaikan bahwa investasi yang dibutuhkan untuk mengusahakan panas bumi sekitar U$S4-5 juta per MW dengan pembagian persentase sekitar 60 persen di sisi hulu untuk supply uap dan 40 persen di sisi hilir yaitu untuk pembangunan pembangkit.

Adapun besaran investasi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti infrastruktur pendukung proyek, teknologi pembangkit yang akan digunakan (terkait dengan kualitas fluida panas bumi), dan besarnya kapasitas yang akan dikembangkan.

Menyadari bahwa investasi di sektor ini tergolong mahal dan berisiko tinggi, Pemerintah melakukan berbagai upaya dan teeobosan dalam rangka mempercepat pengembangan panas bumi yaitu diantaranya memberikan penugasan kepada Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) untuk mengusahakan panas bumi tanpa lelang, memberikan penugasan survei pendahuluan dan eksplorasi kepada investor.

Kemudian, menyederhanakan birokrasi dan alut perizinan di bidang panas bumi, memberikan insentif kepada Badan Usaha, dan mengoptimalisasi pengembangan panas bumi WKP Existing.

Dalam pelaksanaan kunjungan lapangan tersebut juga dijelaskan secara singkat alur pemanfaatan panas bumi menjadi tenaga listrik oleh perwakilan PT PGE dan di akhir kunjungan lapangan ditutup dengan sesi foto bersama