HUT RI ke-72 jadi momentum untuk raih kemerdekaan energi
Thursday, 17 August 2017 - Dibaca 2777 kali
Jakarta - Selama hampir 72 tahun Indonesia merdeka tulang punggung (backbone) energi kita tidak banyak berubah, lebih banyak bertumpu kepada energi fosil. Situasi ini tergambar dari konfigurasi bauran energi (enery mix) yang masih didominasi bahan bakar minyak (BBM) sebesar 33,8 %, Gas 23,9 %, Batubara 34,6% dan 7,7 % berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT). Kini lebih dari setengah abad kemerdekaan, fakta kondisi energi secara internal dan eksternal sudah jauh berubah. Indonesia memang dimasa lalu pernah menjadi produsen minyak dan gas selama rentang tahun 1970 hingga akhir tahun 90-an. Hasilnya pertumbuhan ekonomi pun ikut terkerek naik, kemudian saat mengalami resesi ekonomi pada awal tahun 1997 kondisi berubah drastis. Sejak saat itu hingga kini produksi minyak semakin menurun di kisaran 875 ribu barel per hari berbanding terbalik dengan tingkat konsumsi yang semakin besar sekitar 1,5 Juta barel per hari.
Beragam cara dilakukan untuk meningkatan produksi, dari mulai intensifikasi hingga ekstensifikasi namun belum menemukan titik cerah. Sumur tua tak lagi prima, temuan sumur baru belom optimal. Celah permintaan yang belum terpenuhi akhirnya ditutup dengan melakukan importasi minyak yang kemudian semakin menguras dan menambah beban keuangan negara.
Secara eksternal situasi energi di tingkat global juga sudah banyak berubah, awal tahun 2000-an harga minyak masih di kisaran $USD 80-100 per barel. Sejak ditemukan teknologi shale gas, harga minyak anjlok ke posisi di bawah angka $USD 50 per barel. Di saat bersamaan kondisi ekonomi dunia mengalami pelambatan (slow down) dan beragam konflik di negara penghasil minyak terus memanas. Dus, perubahan harga tersebut tidak banyak merubah supply energi kita selama ini.
Dalam situasi krisis energi seperti saat ini ikhtiar kita untuk melakukan diversifikasi terus dilakukan. Karena ternyata situasi ini bukan hanya terjadi pada negara kita saja, namun banyak negara dibelahan bumi lainnya juga mengalami kendala sera tantangan serupa. Tapi atas dasar itu juga sesungguhnya banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari sejumlah negara yang selama ini mandiri secara energi. Di benua Asia ada India dan di benua Eropa Negara Ceko. Penulis menjadikan dua negara itu sebagai contoh karena memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda secara teknis. Selain itu juga secara umur kemerdekaan tidak jauh berbeda (historis). Bahkan Ceko lebih muda lagi pada 1 Januari 1993. Perbandingan ini diperlukan untuk menata argumentasi yang memadai bahwa semua masalah ada solusi.
India yang merdeka tanggal 15 Agustus 1947 berbeda dua tahun dua hari lebih muda Indonesia saat ini banyak menumpukan energi pada EBT. Terlebih untuk menopang industri yang kita tahu volume dan skala sudah mendunia. Berdasarkan data dari International Energy Statistics tahun 2016, India sebagai negara dengan populasi tertinggi ke-2 di Dunia telah menjadikan energi terbarukan sebagai sumber energi dengan presentase sebesar 19.11% dari total konsumsi keseluruhan dimana sebagaian besar didominasi oleh energi bertenaga air. Walaupun angka ini terbilang kecil, namun saat ini India mulai berencana untuk meningkatkan produksi energi dari energi terbarukan. Berdasarkan data Ministry of New and Renewable Energy (MNRE) India merencanakan untuk meningkatkan dan membangun lebih banyak lagi pembangkit listrik dari renewable energy, dimana pada tahun 2016 kapasitas energi terbarukan India saat ini sekitar 43 GW dan menargetkan pada tahun 2022 meningkatkan menjadi 175 GW. Target ambisius ini terdiri dari 100 GW solar power, 60 GW dari wind power, 10 GW dari bio power dan 5 GW dari small hydro power. Untuk saat ini India memiliki Wind Farm Onshore terbesar ke-2 di Dunia dengan kapasitas 1,5 GW bernama Muppandal Wind Farm.
Pun demikian dengan Negara Ceko, meski memiliki cadangan batu bara dan gas salah satu yang terbesar di Eropa namun mereka fokus pengembangan energi lebih banyak kepada sektor EBT. Negara tersebut secara progresif menggenjot EBT sebesar 25% di tahun 2040 dengan melakukan serangkaian program peningkatan penggunaannya di sektor transportasi dan pembangkit. Atas usaha ini Ceko ditasbihkan oleh International Energy Agency (IEA) dalam outlook2016 telah melakukan pencapaian luar biasa. Diyakini pencapaian dua negara itu bukan tanpa resiko, tapi ternyata semuanya bisa dilakukan dengan itikad serius untuk mencapai kedualatan energi.
Merdeka Energi, Sejahterakan Negeri
Bercermin pada kondisi diatas sudah saatnya kita menarik momentum Hari Ulang Tahun (HUT) ke 72 Republik Indonesia untuk mewujudkan MERDEKA Energi, ada sejumlah usaha yang perlu dilakukan. Pertama, Menggunakan energi dengan bijak. Energi yang ada saat ini sesungguhnya dikelola dan dikembangan untuk menopang generasi selanjutnya, bukan dieksploitasi berlebihan tanpa memperhatikan keseimbangan. Perilaku bijak memakai energi perlu terus dipromosikan bukan lagi sekedar slogan, budaya untuk berhemat dalam menggunakan energi juga sudah seharusnya dijadikan gaya hidup (life style) dan karakter dasar (basic character) masyarakat. Kedua, Energi mendorong kemajuan bangsa. Kemampuan sebuah negara mengelola energi akan sangat berperan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan mobilitas warga. Sejatinya pertumbuhan energi akan memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi secara signifikan. Ketiga, Regenerasi energi mutlak dilakukan. Ketersediaan energi harus memastikan proses pembangunan berkelanjutan dan berdaya saing. Mengingat cadangan energi fosil kita semakin menipis, perlu ada energi yang lebih ramah lingkungan dan mudah dikembangkan. Keempat, Dorong penggunaan energi alternatif yang produktif karena lebih berkelanjutan (sustainable) dan diperbaharui (renewable).
Kelima, Energi terbarukan adalah masa depan Indonesia. Sebagaimana diketahui potensi EBT Indonesia tercatat menjadi salah satu yang terbesar di dunia mencapai 441,7 Giga Watt (GW). Merujuk data itu sudah sepantasnya cara pandang (point of view) kebijakan energi berubah secara gradual, dari bergantung kepada energi fosil bergerak secara progresif dan konsisten kepada pengembangan energi baru terbarukan. Terlebih secara sadar Pemerintah di tahun 2025 mendatang sesuai Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) mendorong pemanfaatan EBT mencapai angka 23 persen. Keenam, Komitmen dan kerja bersama sebagaimana tagline HUT RI ke 72 diperlukan untuk mewujudkan EBT yang sejalan dengan usaha kita menghadirkan energi ramah lingkungan. Mewujudkan itu semua perlu dilakukan kerja bersama lintas sektoral yang semakin efisien dan tidak hanya ditumpukan pada satu dua kementerian. Seluruh usaha ini sejatinya untuk mencapai cita-cita kemerdekaan Indonesia. Point terakhir; Agar Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur dapat terwujud. (BW/Ant)