Menteri ESDM : Listrik Itu Yang Paling Penting Harganya Terjangkau

Jumat, 8 September 2017 - Dibaca 2463 kali

Pemerintah terus berupaya agar harga listrik semakin terjangkau oleh seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan hal tersebut, Pemerintah mendorong penggunaan energi baru terbarukan (EBT) pada pembangkit listrik mengedepankan praktek efisiensi dan harga yang kompetitif dengan tetap menciptakan iklim investasi yang menarik bagi para investor.

"Pengembangan energi baru terbarukan adalah suatu keharusan, sesuai dengan komitmen Presiden untuk mengurangi polusi dan mengurangi emisi, sesuai dengan COP 21 serta dengan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), kita dapat mencapai bauran energi mencapai 23% pada 2025,"papar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, usai menyaksikan penandatanganan 11 (sebelas) Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) atau Power Purchase Agreement (PPA) pembangkit dari energi terbarukan (EBT), Jumat (8/9).

Jonan menegaskan bahwa listrik itu yang paling penting adalah harga yang terjangkau oleh rakyat, sehingga dapat menggerakan perekonomian masyarakat. Pemerintah tidak membatasi keuntungan perusahaan, tetapi memang harus tetap wajar. "Kami tidak punya kepentingan untuk membatasi keuntungan, tetapi yang harus dipertimbangkan harganya, tidak bisa menjual listrik ke PLN tetapi harganya terlalu tinggi sehingga masyarakat tidak dapat membeli," tegas Jonan.

Jonan menceritakan, dengan harga listrik yang terjangkau, akan mengurangi kecemburuan sosial serta menggerakan perekonomian. "Sudah tidak ada cerita lagi rumah yang dilewati kabel listrik tapi tidak punya listrik karena harga tidak terjangkau. Saya sangat mengapresiasi yang melakukan tanda tangan ini, anda akan dikenal sebagai pioneer untuk energi bersih serta mewujudkan harga listrik yang terjangkau," tutur Jonan.

Lebih lanjut, Jonan meminta kepada PLN agar lebih mempercepat proses pembangunan pembangkit listrik, khususnya pembangkit EBT.

"Saya sangat mengapresiasi tarifnya makin lama makin kompetitif dan saya juga berharap bahwa makin lama prosesnya dapat dipercepat," tegas Jonan.

Untuk mewujudkannya, Kementerian ESDM merevisi beberapa regulasi terkait pembangkit listrik EBT yaitu Permen ESDM Nomor 49 tahun 2017 (penyempurnan atas Permen ESDM 10/2017 tentang Pokok-Pokok Dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik) dan Permen ESDM Nomor 50 tahun 2017 (pengganti Permen ESDM 12/2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik).

Hal ini pun dibenarkan oleh Direktur Utama PT PLN (Persero), Sofyan Basir, kebijakan yang baru ini mendorong pengusaha untuk berinvestasi. "Tahun ini kontrak pembangkit EBT meningkat sekali dibanding tahun lalu. Hampir 70 perusahaan yang menandatangani, karena sebelumnya masih ada dispute tentang harga. Sehingga perlu ada pemahaman pada pengembang bahwa harga ini merupakan harga sampai ke masyarakat, hal ini didukung oleh kebijakan Bapak Menteri yang mendukung iklim usaha yang baik," ujar Sofyan.

PT PLN (Persero) hari Jumat, menandatanganan 11 PJBL atau PPA pembangkit dari EBT dengan pengembang pembangkit tenaga listrik swasta (Independent Power Producer/IPP), dengan total kapasitas 291,4 Mega Watt (MW).

Penandatangan PPA ini merupakan lanjutan penandatangan PPA pembangkit EBT yang dilakukan pada 2 Agustus 2017 dengan kapasitas 257,17 MW, sehingga total pembangkit tenaga listrik dari energi terbarukan yang telah menandatangani PPA adalah sebesar 548,57 MW (di luar kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi).

Hingga akhir tahun 2017, kapasitas pembangkit EBT, termasuk pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), diperkirakan mencapai 1.300 MW.

"Kapasitas pembangkit EBT, termasuk panas bumi sampai akhir 2017 mencapai 1.300 MW. Untuk 11 kontrak yang baru saja ditandatangani, total investasi mencapai Rp 8 triliun," tutup Sofyan. (DEP)

Bagikan Ini!