Penyelesaian RUU EBT di Tengah Percepatan Target Bauran Energi Nasional

Rabu, 8 Desember 2021 - Dibaca 613 kali


Dalam upaya mencapai target Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23% dalam bauran energi nasional pada tahun 2025, pemerintah mendukung semua program yang dicanangkan. Salah satunya adalah mendukung perumusan Rancangan Undang-Undang (RUU) EBT yang saat ini sedang disusun oleh DPR. "Pemerintah serius mendorong EBT termasuk instrumen peraturannya (RUU) agar semuanya didorong lebih cepat tanpa melukai salah satu pihak," ujar Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Rida Mulyana.

Hal tersebut disampaikan oleh Rida dalam acara Kunjungan Kerja Legislasi RUU EBT yang dilakukan Komisi VII DPR RI ke PT Sundaya Indonesia di Kawasan Industri Sentul, Kab. Bogor, Jawa Barat, Rabu (8/12/2021).

Wakil Ketua Komisi VII DPR Doni Maryadi Oekon mengatakan bahwa dari sisi regulasi, pengaturan EBT saat ini sudah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, namun peraturan yang ada masih tersebar dalam beberapa peraturan sehingga implikasinya, kerangka hukum tersebut sering mengalami perubahan dan belum dapat menjadi landasan hukum yang kuat, komprehensif, dan menjamin kepastian hukum. Oleh karena itu, pengaturan secara khusus dan komprehensif dalam Undang-Undang secara tersendiri dibutuhkan dan sekaligus menjadi acuan terhadap peraturan perundang-undangan di bawahnya.

Secara umum RUU Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT) ini memuat materi pokok yang disusun secara sistematis yaitu asas dan tujuan, penguasaan, Sumber Energi Baru dan Sumber Energi Terbarukan, pengelolaan Energi Baru dan Terbarukan, penyediaan, pemanfaatan, pengelolaan lingkungan hidup dan keselamatan, penelitian dan pengembangan, harga EBT, dana energi terbarukan, insentif, pembinaan dan pengawasan, partisipasi masyarakat, dan sebagainya. Dalam RUU ini terdapat pengaturan mengenai pengelolaan lingkungan hidup dan keselamatan yaitu kewajiban Badan Usaha yang menyelenggarakan Energi Baru dan Terbarukan untuk menjamin standard dan mutu pengelolaan lingkungan hidup serta keselamatan dan kesehatan kerja.

"Kami mengajak semua pihak terutama para pemangku kepentingan yang terkait dengan pengembangan energi baru terbarukan (EBT) untuk bersama-sama mendukung penyelesaian UU tentang EBT sebagai dukungan target EBT tahun 2025," ujar Doni.

Kunjungan spesifik ini dilaksanakan dalam rangka mendapatkan masukan dari Badan usaha di bidang EBT mengenai substansi yang perlu diatur dalam RUU EBT. Acara kunjungan dihadiri oleh Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Direktur Aneka EBTKE, Direktur Jenderal ILMATE Kemenperin, Direktur Mega Proyek PT. PLN (Persero) , Direktur Utama PT Sundaya Indonesia, Bupati Bogor dan Kepala Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat.

PT Sundaya Indonesia merupakan perusahaan yang memproduksi rangkaian lengkap produk energi terbarukan seperti modul, inverter dan baterai. PT Sundaya Indonesia berpengalaman dalam efisiensi energi, PLTS dan baterai Li-ion memungkinkan Sundaya melangkah ke pasar baterai yang lebih besar dengan keunggulan kompetitif. Founder PT Sundaya Indonesia Maurice mengatakan bahwa pada tahun 90an Indonesia merupakan market solar system di dunia sehingga ia optimis dalam mengembangkan solar system di Indonesia.

"Dengan pengalaman kurang lebih 30 tahun dalam energy storage, kami ingin turut berkontribusi dalam pengembangan EBT," ujar Maurice.

Menurut data dari Kementerian ESDM, bahwa tren perkembangan harga baterai di dunia setiap tahunnya semakin menurun. Harga baterai lithium turun hingga 97% dalam 3 dekade terakhir. Pada awal tahun 1990-an, kapasitas yang diperlukan untuk keperluan satu rumah per hari membutuhkan biaya mencapai USD 75.000 dengan berat baterai 113 kg. Saat ini, untuk kapasitas yang sama hanyak membutuhkan biaya kurang dari USD 2.000 dan berat baterai 40 kg. Proyeksi kebutuhan baterai Lithium Ion di Indonesia sebesar 784.918 ton, yaitu kebutuhan baterai mobil listrik dan sepeda motor listrik : 758.693 ton dan kebutuhan baterai PLTS : 26.225 ton.

"KESDM memberikan dukungan berupa regulasi terkait bahan baku baterai untuk mendorong percepatan pembangunan pabrik baterai agar lebih kompetitif dan menarik bagi investor," ujar Rida.

Regulasi tersebut diantaranya adalah UU No. 3 Tahun 2020 tentang Ketentuan Peningkatan Nilai Tambah untuk mineral logam, Permen ESDM No.11 Tahun 2020 tentang Harga Patokan Penjualan MineralLogam, Permen ESDM No.11 Tahun 2019 tentang Pengendalian Ekspor Nikel, dan Permen ESDM No. 25 Tahun 2018 tentang Batasan Minimum Pengolahandan Pemurnian Nikel. (U)