Pembangkit Listrik Harus Efisien Agar Tarif Listrik Tidak Mahal
Pemerintah terus mengupayakan efisiensi pembangkit listrik agar tarif listrik yang dibayar masyarakat tidak mahal. Diterbitkannya Peraturan Menteri ESDM terbaru seputar jual beli tenaga listrik yang mengacu pada Biaya Pokok Penyediaan (BPP) pembangkitan tenaga listrik merupakan upaya menjaga efisiensi tersebut. Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Jarman saat menjadi pembicara pada Seminar Nasional Listrik Berkeadilan Untuk Rakyat dan Dunia Usaha: Investasi Ketenagalistrikan Sesuai Permen ESDM Nomor: 11, 12, dan 19 Tahun 2017, di Jakarta Rabu (29/3).
Peraturan Menteri ESDM yang terkait dengan efisiensi Biaya Pokok Penyediaan (BPP) Pembangkitan diantaranya adalah Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Gas Bumi Untuk Pembangkit Listrik, Permen ESDM Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik, dan Permen ESDM Nomor 19 tahun 2017 tentang Pemanfaatan Batubara untuk Pembangkit Listrik dan Pembelian Kelebihan Tenaga Listrik (Excess Power)
Terkait Biaya Pokok Penyediaan (BPP) Pembangkitan untuk PLTG, Jarman mengatakan bahwa Pemerintah tengah menyiapkan Peraturan Menteri ESDM terkait alokasi gas untuk pembangkit listrik. "Akan ada Permen (ESDM) baru terkait alokasi gas. Jangan sampai ada pembangkit PLN maupun IPP yang tidak dapat gas," ungkap Jarman. Ditargetkan Permen ESDM ini akan terbit pertengahan April 2017.
Dalam kesempatan tersebut Jarman juga memaparkan BPP Pembangkitan rata-rata nasional tahun 2016 Sesuai Kepmen ESDM No. 1404 K/20/MEM/2017 adalah 7,39 sen. Nilai ini turun 0,11 sen dari tahun sebelumnya. Investasi ketenagalistrikan sesuai dengan permen ESDM 11, 12 dan 19 tahun 2017 harus mengacu pada BPP ini. "Dengan cara seperti ini kita harap biaya listrik akan lebih efisien dan tarif listrik Indonesia kompetetif dengan negara-negara lain," jelas Jarman. Ia menyampaikan pesan Menteri ESDM bahwa jangan sampai masyarakat dilewati jaringan listrik namun tidak sanggup membelinya karena harganya yang mahal.
Efisiensi yang dilakukan di pembangkitan dibarengi dengan upaya pemerintah untuk mengupayakan subsidi listrik tepat sasaran. Hal ini sesuai dengan amanat UU Nomor 30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan dimana subsidi listrik hanya untuk masyarakat tidak mampu. Menurut Jarman, pada tahun 2014 lalu sebanyak 76% konsumen listrik mendapat subsidi, pada awal 2017 sebesar 77% pelanggan sudah tidak lagi disubsidi.
Upaya yang telah dilakukan antara lain pada tahun 2013 dilakukan penghapusan subsidi terhadap 4 golongan pelanggan, selanjutnya pada tahun 2014 penghapusan subsidi dilakukan terhadap 8 golongan pelanggan. Pada tahun 2015 diterapkan Tariff Adjustment pada 12 golongan pelanggan dan pada 201 ini diterapkan pelaksanaan subsidi listrik tepat sasaran untuk pelanggan rumah tangga daya 900 VA miskin dan tidak mampu.
Senada dengan Jarman, Menteri ESDM Ignasius Jonan dalam sambutannya juga menyampaikan komitmen pemerintah untuk tidak menaikkan tarif listrik, setidaknya hingga Juni 2017. "Komitmen pemerintah 1 April hingga 30 Juni tidak ada kenaikan tarif listrik kecuali kelas 900 VA yang memang subsidinya dikurangi pelan-pelan," ujarnya. Pemerintah tidak ingin ketidakefisienan PLN membuat masyarakat membayar tarif listrik dengan harga mahal. (PSJ)